Selasa, 15 Mei 2012

Nyai Ahmad Dahlan: Perjuangan Meninggikan Harkat Perempuan


A.  Pendahuluan

Tidak ada yang lebih tajam menilai daripada orang yang tidak terdidik. Dia tidak tahu argumen maupun argumen kontra, namun selalu percaya bahwa dirinya benar.”- Feuerbach [1]

Perempuan dalam banyak hal selalu menjadi yang kedua sesudah laki-laki. Terutama pada zaman gerakan pembaruan di Indonesia. Dari sederet nama yang tercatat dalam sejarah, hanya segelintir tercantum nama perempuan. Perempuan ketika dihadapkan dengan dominasi laki-laki menjadi istitsna, pengecualian. Adalah wajar, karena jenis makhluk yang setara dengan laki-laki dari perempuan termasuk langka.

Minggu, 20 November 2011

Metodologi Pengilmuan Islam Kuntowijoyo

Preambule

Karl Marx (1818-1883) berkata: “Die Philosophen haben die Welt nur verschieden interpretiert, es kommt darauf an, sie zu verändern,” Para filosuf tidak lebih daripada sekedar menafsirkan dunia dengan berbagai cara, padahal yang terpenting adalah bagaimana mengubahnya.[1]

Sejalan dengan kehendak Marx untuk merubah dunia, Kuntowijoyo juga memiliki niat serupa, menurutnya, ilmu-ilmu sosial profetik yang digagasnya bukan hanya bertujuan untuk menjelaskan suatu fenomena sosial, tetapi juga merubahnya. Bahkan tidak sampai di situ, ilmu ini juga memberi petunjuk ke arah mana perubahan itu dilakukan, untuk apa, dan oleh siapa.[2]

Kehendak dan Kehendak


Banyak ilmuwan dari berbagai disiplin keilmuan mencoba memetakan kehidupan manusia, tapi tetap saja bersifat parsial. Tidak ada yang tuntas. Para filosuf pun sudah lama bergelut pada bidang yang sama, mencoba mencari hukum-hukum universal mengenai manusia, dan hasilnya tetap tidak tuntas. Jangankan para ilmuwan atau filosuf, agama pun tidak berbicara secara tuntas mengenai manusia.

Kamis, 10 November 2011

Neraka tidak Ada....?


Memahami manusia Indonesia itu memang rumit. Perlu bekali-kali membaca ulang fenomenanya baru bisa mendapatkan pemahaman. Tapi ada satu kerangka pikir yang cukup simpel –meminjam paradigma Emha Ainun Nadjib- untuk bisa dikenakan dalam menilai manusia Indonesia, yaitu bahwa mereka cenderung menganut filosufi materialisme; di mana dalam memandang diri acap menggunakan ukuran-ukuran badani dan indikator-indikator sosial budaya. Dirinya adalah badannya, hidungnya, matanya, kakinya, payudaranya, rambutnya dan semua anasir biologisnya.

Selasa, 08 November 2011

Kun Marfu’an


Menarik untuk diketengahkan, tentang filsafat hidup dari ilmu nahwu (gramatika bahasa Arab) yang diajarkan oleh K.H. Iman Zarksyi, salah satu pendiri Pondok Modern Gontor, kepada santri-santrinya. Yang menurut saya, ini sederhana, mudah untuk dicerna, dan sangat mengena.

Jumat, 28 Oktober 2011

Brother...,Brother...,Anta Himar...!

Cukup menggelikan untuk diulang kembali apa yang diceritakan oleh Pak Tifatul Sembiring ketika memberi petatah petitih dalam acara General Public Pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga tanggal 26/09/2011. Kata beliau, orang Afganistan itu terkenal memiliki kepercayaan diri yang tinggi, meski kondisi dirinya susah. Mereka tidak sungkan membusung dada kepada siapapun. Hanya saja, satu kelompok mayarakat yang paling mereka hormati dan muliakan, yaitu masyarakat Arab.

Minggu, 23 Oktober 2011

Barabai Tanah Air Beta


Kalau Bapak Ismail Marzuki mengatakan, Indonesia adalah tanah air beta, maka saya sebalikya akan mengatakan bahwa Barabai adalah tanah air saya. Perbedaan ini tidak saya maksudkan sebagai penyangkalan, tetapi sekedar batas kesadaran. Kesadaran yang nyata akan tempat hakiki di mana kita dilahirkan, dididik dan dibesarkan.