Sabtu, 19 Juli 2008

Suap dan Analogi atas Pelakunya

Suap, yang di dalam bahasa Inggris disebut dengan bribe berarti ilegally give money or favors to influence another’s conduct, yang dalam terjemahan bebasnya berarti “pemberian uang atau hadiah secara ilegal untuk mempengaruhi tindakan seseorang.” Selain memiliki arti tersebut di atas, kata suap juga berarti to feed atau memberi makan. Dengan mendekatkan kedua kata tersebut, bribe dan to feed, kita sebenarnya menemukan korelasi makna, di mana tindakan penyuapan berarti upaya memberi makan seseorang dengan sesuatu yang tentunya sangat memikat, dengan harapan agar orang yang diberi makan mengangguki keinginan si penyuap.

Selain kedua kata di atas, ada kata lain yang cukup menarik untuk dikemukakan, yaitu prostitute atau pelacur. Di dalam kamus Babylon, prostitute berarti a person who provides sexual services for a fee, atau seseorang yang memberikan pelayanan seks untuk mendapatkan bayaran. Cukup menarik, di sini istilah a person yang digunakan untuk memaknai pelacur tidak secara tegas ditujukan kepada perempuan baik dengan sebutan a woman ataupun a girl. Dengan ini berarti seorang pelacur tidak mesti disosokan sebagai seorang perempuan akan tetapi bisa juga sebagai seorang laki-laki.

Seorang yang bersedia melakukan sesuatu yang dilarang oleh agama atau hukum positif demi meraih keuntungan dalam bentuk sesuatu yang lain bisa juga dikatakan sebagai seorang pelacur. Atau lebih tegasnya, bahwa seorang pelacur adalah seseorang yang menjual harga dirinya untuk ditukar dengan sesuatu yang lebih rendah dari apa yang dijualnya.

Kita semua tahu, bahwa harga diri seseorang akan turun nilainya kalau seseorang itu berani melanggar prinsip-prinsip yang diakui benar oleh semua orang. Sebagai misal, seorang yang bersaksi palsu di dalam suatu persidangan dapat dikatakan sebagai seorang yang menjual harga dirinya untuk sesuatu yang lebih rendah, karena prinsip kejujuran adalah sesuatu yang tidak bisa ditukar dengan apapun, di manapun dan kapanpun.

Jadi, berangkat dari kedua kata tersebut di atas, kita menemukan korelasi makna yang identik. Pertama, karena ketika seorang penyuap ingin memenuhi hasrat lacurnya, maka dia membujuk seseorang dengan memberikan sesuatu yang berharga kepada orang lain yang bersedia memenuhi hasratnya. Dengan begitu tukang suap itu serupa dengan orang yang suka jajan ke tempat pelalacuran. Artinya, dengan membawa sejumlah uang, dia bebas menuntaskan hasrat seksualnya. Kedua, bagi yang disuap, dia persis dengan seorang pelacur yang merelakan kehormatannya untuk dinikmati oleh para penjahat kelamin.

Kedua pelaku kejahatan (tukang suap dan yang disuap) yang diidentikkan dengan pelacur itu dipersalahkan karena telah melanggar prinsip-prinsip yang benar, yaitu prinsip tidak boleh merugikan diri sendiri dan orang lain. Baik agama ataupun filsafat hidup manusia sama-sama mengakui bahwa perbuatan melampaui prinsip pokok ini akan di-judge sebagai seorang yang bersalah, dan tentunya layak untuk dikenakan hukuman. Apa bentuk hukuman untuk pelaku penyuapan dan pelacuran, tentu sangat variatif. Jika ada suatu yang negara membakukan aturan hukum untuk kedua jenis perbuatan ini, maka keduanya akan dikenai hukuman, namun jika tidak, setidaknya cacian masyarakat adalah sebagai vonis psikologis bagi pelakunya.

Nah, jika penjelasan istilah tersebut di atas kita hubungkan dengan kasus penyuapan yang dilakukan oleh Arthalyta Suryani terhadap jaksa Urip Tri Gunawan terkait masalah BLBI yang berjumlah 6 milyar, (jika hal ini terbukti benar) maka jaksa Urip Tri Gunawan sebagai orang yang disuap tidak ada bedanya dengan seorang pelacur yang menjual harga dirinya untuk uang sejumlah 6 milyar.

Sebesar apapun uang yang diterimanya, tetap saja tidak bisa menandingi harga kejujuran dan prinsip tidak merugikan diri dan orang lain. Begitu juga dengan Arthalyta Suryani sebagai pihak penyuap, maka dia tidak lebih dari seorang penjahat yang hobinya jajan di tempat pelacuran. Harga dirinya telah rusak belipat-lipat. Pertama dengan melakukan kejahatan penyalahgunaan uang negara, kedua dengan melakukan penyuapan untuk menutupi kejahatan yang dilakukannya.

Upaya penyetaraan antara tindakan penyuapan dengan pelacuran adalah untuk menggambarkan betapa keji perbuatan yang mereka dilakukan. Seseorang yang beragama (apapun itu agamanya) akan meyakini bahwa tindakan merugikan negara adalah suatu kekejian, karena dengan begitu dia telah melanggar prinsip-prinsip yang diyakini kebenarannya oleh semua orang.

Dengan merugikan negara, sama saja halnya dengan mengkhianati atau menipu seluruh rakyat Indonesia. Kemudian dengan menyuap untuk menutupi kecurangan sama saja dengan seorang penjahat kelamin yang menutup mulut seorang pelacur dengan uang pelicin agar dia mau menyerahkan kehormatan yang dimilikinya. Jelasnya, tukang suap dan yang disuap sama dengan a person who provides sexual services for a fee atau kalau kita istilahkan ulang, mereka adalah orang-orang yang menjual harga dirinya untuk keuntungan yang tidak seberapa. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.