Rabu, 04 Juni 2014

Islam, Prabowo, dan Jokowi

Aku tidak melihat Islam pada diri Prabowo, begitu juga Jokowi. Entah apakah aku yang buta atau? Tapi inilah pengetahuanku. Pada mereka, yang kulihat adalah kelihaian berpolitik. Bukan agama. Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa orang-orang membawa-bawa agama dan menggunakannya sebagai senjata untuk melemahkan lawan dan meraih dukungan. Agama dimanipulasi untuk tujuan politis.

Islam masuk dalam ranah Prabowo dan Jokowi adalah akibat omongan pinggiran dan hembusan kesengajaan. Orang-orang mengatakannya efek wacana. Dan yang menyedihkan adalah, mereka memakan mentah-mentah wacana itu tanpa didasari pengetahuan yang mumpuni mengenai Prabowo dan Jokowi. Bahkan menimpa para ulama. Mereka saling ribut. Keras-kerasan. Tanpa sadar mereka menabrak moralitas yang ditetapkan Tuhan. Tanpa malu, atas nama agama, mereka menamakannya sebagai keislaman.

Betapa lemahnya orang di hadapan wacana. Aku tidak yakin Prabowo dapat bicara Islam dengan baik. Juga tidak yakin Jokowi dapat mendiskusikan surah al-Fatihan dengan apik. Jangan-jangan keduanya tidak paham apa itu surah al-Fatihah, tidak pas melafazkannya, dan bagaimana samudera kandungannya. Tapi sekali lagi aku merasa aneh; mengapa mereka mengagamakan kontestasi politis antara Prabowo dan Jokowi? Kuyakin biangkeladinya adalah wacana.

Mereka itu politisi. Benar Islam adalah keyakinan mereka, tapi mereka bukan Islam. Islam tidak dapat dipersonalisasikan. Ia akan tereduksi. Mestinya orang-orang yang membawa-bawa agama dalam kontestasi Prabowo dan Jokowi sadar itu. Mereka akan mencederai Islam. Walau secara substansi Islam tidak akan sakit, tapi penilaian orang akan wajah Islam Indonesia bisa saja menyesakkan dada; dada kita umat Islam Indonesia.

Jokowi memang dalam kondisi linear dengan Ahok. Kalau Jokowi jadi presiden, Ahok ikut naik memimpin Jakarta. Ingat, ini peristiwa sejarah. Karena itu jangan berpikir ahistoris. Kalau memang tidak suka dengan Ahok, singkirkan saja dia. Lukai demokrasi. Injak hukum. Bakar nilai-nilai. Tegakkan kuasa rakyat. Selesai. Tidak perlu membawa segerobak dalil agama untuk ditumpahkan dalam ajang pilpres. Apa tidak takut terjebak dalam bid'ah? Ancaman neraka? Ah, tampaknya ini hanya sekedar lelucon bagimu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.