Rabu, 16 Juli 2008

Antusiaskah Masyarakat Dalam Menyikapi Pemilu 2009

Listrik padam, bahan bakar langka, bahan makanan pokok melonjak adalah tiga hal yang tengah membelit mayarakat saat ini. Banyaknya orang yang mengeluh karena repotnya melakukan aktivitas tanpa listrik; mengularnya antrian di tiap-tiap SPBU; dan banyaknya pengemis yang mengulurkan tangan di pinggir-pinggir jalan, merupakan fenomena yang tidak ganjil lagi kita saksikan.

Mengapa hidup semakin hari semakin sulit? Ini mungkin pertanyaan yang selalu digumamkan oleh masyarakat rendahan. Segala cara dan usaha nyaris sudah dijamah, tapi tetap saja kehidupan semakin sulit. Berkelindan dengan kondisi yang serba rumit begini, masyarakat Indonesia kemudian dihadapkan lagi dengan agenda baru pemerintah, yaitu mengadakan pemilihan umum untuk memilih anggota-anggota legislatif dan wakil-wakil daerah baik ditingkat pusat, propinsi, kota maupun kabupaten.

Lonceng masa kampanye sudah dibunyikan. Tiga puluh empat partai yang berhasil mengikuti ajang kompetisi sudah mulai bergerak mengkampanyekan partai dan calon anggota legislatif yang diusulkan. Bendera partai, spanduk, sticker, gambar, baju kaos dan lain sebagainya sudah pula dipasang, ditempel dan dibagikan kepada masyarakat calon pemilih. Lantas pertanyaannya, bagaimana sebenarnya sikap masyarakat dalam menanggapi agenda lima tahunan ini di tengah kondisi yang serba sulit begini?

Masih hangat diingatan kita, sejak empat tahun yang lalu, setelah tuntasnya pemilihan anggota legislatif dan DPD, rakyat kemudian disajikan lagi dengan ajang pemilihan presiden dan wakil presiden, seterusnya pilkada baik di tingkat propinsi, kota, maupun kabupaten. Rentetan-rentetan waktu pemilihan yang nyaris berdempetan itu telah pula melahirkan pemimpin-pemimpin dan wakil-wakil rakyat yang berkompeten, baik itu presiden, gubernur, walikota, dan bupati. Tapi dari sekian hierarki kepemimpinan itu, masih terasa betapa hidup dibawah kepemimpinan orang-orang yang dipercaya itu tampaknya tidak mendatangkan perubahan yang sangat berarti.

Seperti yang disebutkan, semua kebutuhan pokok masyarakat seakan seret, lapangan kerja juga sempit dan tentunya membikin hidup semakin ruwet.Bukan itu saja, pendidikan yang merupakan program pemerintah untuk memotong lingkaran setan kemiskinan pun ternyata sangat mahal untuk dibayar. Meski jika kita amati, belum tentu dengan harga yang semahal itu pendidikan kita mampu melahirkan pribadi-pribadi yang berkualitas mumpuni.

Lebih Berat kepada tidak Antusias

Lantas, dengan fakta yang demikian ini, apakah masyarakat akan bersikap antusias terhadap pemilihan umum yang akan diselenggarakan tahun 2009 nanti. Jawabnya bisa saja iya dan bisa juga tidak. Tetapi menurut pandangan penulis, jawaban yang mengarah pada tidak tampaknya lebih berat dibanding sebaliknya.

Alasannya, pertama; wakil-wakil rakyat yang ada sekarang ini seakan tidak memberikan kontribusi yang amat berarti terhadap kepentingan rakyat. Apalagi dengan adanya fakta bahwa sebagian dari anggota dewan itu ternyata suka bermain-main dengan jabatan dan berupaya mencari keuntungan untuk diri sendiri.

Kedua; Masyarakat sudah capek dengan kompetisi pemilihan yang mereka yakini bahwa orang-orang yang akan mewakili mereka adalah orang yang itu-itu juga, atau kalau tidak, paling semisal dengan itu juga.

Ketiga; banyaknya partai yang ikut berkompetisi di dalam pemilihan nanti menjadikan masyarakat bingung untuk menentukan pilihan, sehingga yang terjadi adalah, masyarakat cenderung bersikap pragmatis, artinya jika memang ada di antara partai itu yang mampu memberikan keuntungan pada masyarakat (secara finansial tentunya), maka masyarakatpun akan menjatuhkan pilihan pada partai itu. Dengan begini akan terlihat ketidakseriusan masyarakat dalam mengikuti pemilu.

Keempat; sulitnya masyarakat dalam memenuhi kebutuhan diri menjadikan mereka lebih mementingkan pencapaian-pencapaian pribadi sehingga perhatian mereka pada pemilu kurang atau malah tidak mengacuhkan sama sekali.

Ini adalah empat alasan yang mungkin menjadikan masyarakat kurang antusias dalam menyikapi pemilu yang akan datang. Bahkan alasan-alasan itu bisa saja akan terus bertambah sesuai dengan kondisi masyarakat yang akan melaksanakan pemilu tersebut. Karena faktor seperti geografis kadang turut menyebabkan masyarakat cenderung mengacuhkan pemilu. Begitu juga juga dengan faktor pendidikan, kadang memberi saham kepada masyarakat untuk tidak menganggap penting pemilu.

Anjuran untuk Antusias dan tetap Serius

Beberapa alasan yang penulis kemukakan boleh saja menjadikan masyarakat tidak antusias di dalam mengikuti pemilu. Akan tetapi perlu diingat, bahwa produk pemilu 2009 nanti akan turut memberi andil bagi kesejahteraan masyarakat selama lima tahun kedepannya. Jadi meski fakta-fakta yang ditemukan di lapangan kadang membuat masyarakat antipati, setidaknya masyarakat tidak bersikap golput. Meskipun golput juga merupakan pilihan, akan tetapi itu tentu tidak menguntungkan bagi bangsa kita kedepannya. Karena dengan banyaknya orang yang memilih golput, akan membuka peluang bagi calon-calon yang tidak dikehendaki maju dan menduduki kursi perwakilan nantinya.

Tentu saja hal ini tidak kita kehendaki, karena kita akan mengalami pengulangan sejarah, di mana wakil-wakil rakyat bermain-main dengan jabatan dan berupaya mencari keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya. Anjurannya, tetaplah untuk antusian dan serius di dalam pemilu nanti. Paling tidak, pilihlah orang yang dikenal sebagai orang yang baik dan berkompeten, meskipun itu dari partai yang tidak terlalu kita kenal. Tandasnya, apapun warna partainya, jika orang mencalonkan diri di dalamnya adalah orang yang berkualitas baik dan mumpuni dalam bidangnnya, maka pilihlah dia.

3 komentar:

  1. bagi yang punya kepentingan, tentunya masih semangat untuk mengikuti pemilu. lebih-lebih yang udah siap maju untuk menjadi kaya ala anggota dewan. gaji 5 tahun ( 1 Periode) lebih menjanjikan daripada gaji PNS hingga pensiun sekalipun. Makanya lu harus ikut politik aja, nggak usah jadi dosen. uangnya gak banyak

    BalasHapus
  2. kalo saya lebih baik gak ada pemilu, karena yang dibutuhkan rakyat bukan gonta-ganti penguasa yang tiap 5 tahun ngabisin uang negara yg seharusnya lebih baik untuk pendidikan, buka usaha, bayar utang negara, atau bantu yang kena bencana, pemilu hanya melanggengkan para penjahat berdasi dgn dalih mensjahterahkan rakyat pdhal menipu rakyat

    BalasHapus
  3. PEMILU adalah Peluang penguasa mengambil uang rakyat, hayo rakyat indonesia sampai kapan kita mau ke' gini ditipu terus, jngan mau hanya dng baju kaos atau cuma makan siang, nyawa kita tergadai, kita saat ini sedang dijajah! saqdarlah saudaraku

    BalasHapus

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.