Minggu, 22 Februari 2009

Ponari dan Problem Kesehatan

Sangat mengagumkan. Begitu kira-kira kata yang pantas untuk menggambarkan fenomena pengobatan yang terjadi di Desa Balongsari, Jombang. Ponari, anak kelas 3 SD Balongsari itu kini menjadi selebritis kesehatan. Hanya dengan kesaktian batu petir yang dimilikinya, seribu satu macam penyakit bisa disembuhkan. Ponari kini jadi dukun cilik bagi masyarakat yang sedang sakit.


Banyak orang menilai bahwa fenomena orang sedemikian percayanya kepada Ponari adalah karena sugesti yang tidak bisa disediakan oleh layanan kesehatan medis. Hal itu tidak lepas dari minimnya akses kesehatan yang berkualitas dan terjangkau. Juga dari pemahaman sebagian masyarakat Jawa soal kekuatan yang tidak didapatkan melalui prestasi, melainkan lewat proses penyerapan, bisa melalui keturunan atau titisan, atau bisa pula melalui proses penaklukan.

Jika benar demikian, maka sebenarnya sebagian besar masalah kesehatan yang diderita masyarakat adalah masalah kejiwaan. Artinya masyarakat membutuhkan semacam the art of healing (seni pengobatan), bukan sekedar the science of healing (ilmu pengobatan). Di sini masyarakat cenderung membutuhkan kecakapan “memantrai,” bukan pil atau kapsul yang diresepkan oleh dokter ahli.

Fenomena Ponari hanyalah salah satu kritik atas praktik pengobatan yang dilakukan oleh ahli medis sekarang. Para dokter bukan tidak mengerti tentang keampuhan sugesti ini, bahkan boleh dikata mereka sangat mengerti. Hanya saja kebanyakan dokter kita bisa dikatakan sangat pendiam. Kalau pasien tidak bertanya, dokter jarang memberikan keterangan tentang diagnosisnya. Biasanya informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah keterangan seperlunya tentang pengobatan, seperti dosis obat, kapan meminumnya, dan sebagainya.

Sekarang ini kita tidak sedang berada dalam suatu sistem pengobatan jadul. Orang-orang sudah mulai meninggalkan pemahaman bahwa sumber penyakit disebabkan oleh adanya kekuatan gaib yang menyerang mereka. Peran pengetahuan dan pandangan hidup yang rasionalis dan sekuler makin besar, sedangkan kepercayaan pada keajaiban dan kekuatan gaib mulai terdesak.

Namun tidak berarti kepercayaan pada kekuatan gaib itu punah sama sekali. Sisa-sisa kepercayaan tentang itu akan kembali menguat kalau tidak ada penyadaran yang intens dan merata dari para ahli medis, juga pemberian kesempatan untuk mengakses Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) yang berkualitas. Selama pelayanan kesehatan masih rendah dan sulit diakses oleh kalangan rendah, maka selama itu pula mereka akan mencari keajaiban di luar biomedis.

Dengarkan saja ungkapan lugu yang diberikan oleh pasien yang berjubel memenuhi halaman rumah Ponari. Menurut mereka Jamkesmas kurang memasyarakat dan terlalu berbelit-belit untuk diakses. Yang lain mengeluhkan tentang mahalnya biaya berobat ke dokter. Dan menurut saya juga karena the art of healing yang diberikan oleh sebagian dokter kita masih kurang. Hal-hal tersebut di atas ternyata terpenuhi oleh sistem pengobatan Ponari. Sehingga jadilah Ponari sebagai dukun yang menyelebritis.

Masyarakat kita sekarang ini lagi sakit. Secara ekonomis dan politis mereka kalah. Mereka ”demam” karena hatinya jengkel, gundah, marah, depresi. Mereka butuh pelepasan, mereka perlu saluran. Jika tersumbat, pastinya akan memunculkan letupan atau bahkan ledakan. Bisa jadi ledakan itu berupa unjuk rasa yang anarkis, kejahatan yang sadis, dan seperti yang menfenomena sekarang ini adalah tindakan irrasional dengan mencari penyembuhan di rumah Ponari.

Wallahu a’lam kalau batu petir yang dimiliki oleh Ponari itu bisa menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tapi yang jelas, perbuatan seperti mengambil air sumur, tanah peceren di bawah rumah, dan penggunaan berbagai benda yang berkaitan dengan Ponari sebagai media penyembuhan berikut untuk mendapatkan peruntungan adalah tindakan di luar akal sehat. Di dalam terminologi agama itu adalah perbuatan syirik.

Masalah kesehatan semestinya menjadi prioritas pemerintah. Agen-agen kesehatan selaiknya juga turut diperhatikan agar jangan sampai terjadi siklus penindasan. Dengan akses pendidikan kedokteran yang mahal, para calon dokter itu menjadi terbebani. Kemudian untuk menutupi ”kerugian,” saat gelar dokter disandang, terpaksa mereka mengeksploitasi masyarakat dengan menjual pelayanan kesehatan dengan harga mahal. Karena tidak dapat mengakses kesehatan yang murah dan berkualitas, masyarakatpun mencari saluran kejengkelan dengan berbagai tindakan anarkis dan irrasional.

Hal-hal yang menyangkut kebutuhan masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, dan lapangan pekerjaan semestinya disediakan secara murah dan mudah. Sebagaimana udara, selaiknya begitu pula masyarakat dapat mengaksesnya. Kesehatan, pendidikan, dan lapangan pekerjaan adalah hak warga negara untuk mendapatkannya. Dan menjadi tanggungjawab pemerintah untuk menyediakannya. Jika itu terhalangi, berarti telah terjadi masalah besar dalam suatu pemerintahan.

3 komentar:

  1. Maen ke Facebook.com, Mi..
    Invite runnasha@gmail.com
    Dah ada Iqbal dan Maimun menunggu

    BalasHapus
  2. Pengen lihat Ponari Sweat? Kreatif dan menghibur. Coba lihat di http://ekakurniawan.com/blog/ponari-sweat-899.php/ponari-sweat

    BalasHapus
  3. Saya sudah lihat mas... bagus! hehehe...

    BalasHapus

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.