Senin, 04 Mei 2009

Koalisi Syetan

Di antara orang-orang yang pernah diajak nabi untuk berkoalisi adalah orang-orang munafik. Mereka diajak bergabung untuk bersama-sama membela dan mengamankan negara Madinah dari pertikaian suku dan dari serangan musuh. Celakanya di kemudian hari, orang-orang munafik itu malah menjadi penyakit di tubuh umat. Mereka seperti rayap yang menggerogoti bangun masyarakat yang dibina nabi. Kejahatan hati mereka tersingkap hanya karena tak sanggup menjalankan konsistensi yang diterapkan nabi.


Dalam bahasa Indonesia munafik artinya adalah orang yang hanya kelihatannya saja percaya, tapi sebenarnya tidak. Tuturannya seperti orang suci, tapi sebenarnya jahat. Tingkahnya seperti orang yang begitu setia, tapi sebenarnya culas. Sifat orang munafik dalam bahasa Arab disebut dengan nifak. Asal arti kata ini adalah lobang tempat bersembunyi di bawah tanah. Lobang tempat bersembunyi dari bahaya udara, disebut nafak. Dari sinilah diambil arti dari orang yang menyembunyikan keadaan yang sebenarnya, sebagai suatu pengicuhan atau penipuan.

Dalam salah satu ayat al-Qur'an, orang-orang munafik dipandang sebagai syetan. Dan apabila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka berkata: "Kami ini telah beriman," dan apabila mereka telah bersendirian dengan syetan-syetan mereka, mereka katakan: "Sesungguhnya kami adalah tetap bersama kamu, kami ini hanyalah mengolok-olok mereka saja." (al-Baqarah/2: 14). Menurut Hamka, orang-orang munafik dan teman-temannya itu sama. Mereka sama-sama syetan.

Memang di dalam al-Qur'an tidak disebutkan secara ekplisit kalau orang munafik itu sama dengan syetan. Namun dari kalimat, bahwa apabila orang-orang munafik itu kembali kepada syetan-syetan mereka, dapat dipahami bahwa kata syetan di sana berarti pimpinan atau ketua yang berpikiran sama dengan mereka. Itu bisa dipahami dari kata-kata mereka yang menunjukkan rasa takut kalau dikatakan menyimpang dari jalan hidup yang mereka sepakati. "Sesungguhnya kami adalah tetap bersama kamu, kami ini hanyalah mengolok-olok mereka saja."

Selama berkoalisi dengan syetan-syetan itu, beberapa kali nabi dan umat nyaris celaka. Dalam berbagai kesempatan mereka selalu berusaha ingin menghancurkan umat. Misal ketika pasukan nabi berarak menuju Uhud untuk menghadapi orang-orang kafir Quraisy. Saat pertama, nada sokongan untuk umat begitu hebat terdengar, tapi kala di tengah jalan, Abdullah bin Ubay beserta pasukan nifaknya yang berjumlah sekitar 300 orang mulai menunjukkan gelagat negatif sebelum akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dari rombongan untuk mencari selamat.

Ini mungkin bisa jadi cermin bagi kita, bahwa kepentingan-kepentingan diri atau kelompok merupakan alasan kenapa seseorang menjadi munafik. Kebencian karena kekalahan juga bisa menjadi pemicu orang bersikap lain di hati lain di mata. Oleh karena itu berhati-hatilah dalam memilih teman untuk koalisi. Karena baik dalam ranah politik, ekonomi, sosial, pendidikan, budaya, dan lain-lain, orang-orang munafik tampaknya akan nyaris selalu ada.

Yang lebih menyeramkan lagi adalah jika sampai terjadi koalisi syetan. Pada Ujian Nasional untuk tingkat SMA dan SMP kemaren ditengarai terjadi kemunafikan secara berjama'ah. Masing-masing level memiliki kepentingan yang sama, sehingga tidak ada kesungkanan untuk curang, berdusta, serta melakukan laku lacur lainnya secara bersama-sama. Ini mungkin salah satu sisi busuk dunia pendidikan. Idealita yang dibangun jika tidak disilangtemukan dengan realita akan terus-menerus berbuah masalah.

Orang-orang merasa telah melakukan apa yang diistilahkan oleh agama dengan "taqiyah," tapi sebenarnya tidak. Taqiyah itu kepura-puraan di bawah tekanan suatu kezhaliman dengan tujuan mengelabui. Dengan taqiyah kita bisa menyusun strategi untuk menumbangkan ketiranian. Tapi dalam Ujian Nasional misalnya, itu bukan taqiyah namanya, tapi kemunafikan, pembodohan.

Katakanlah sistem sentralisasi Ujian Nasional sebagai suatu kekeliruan. Tapi apa ruginya untuk mencoba jujur setelah memaksimalkan segala usaha. Jikapun gagal, anggaplah sebagai kritik, khususnya bagi anak didik itu sendiri, bagi sekolah, pemerintah daerah, berikut pemerintah nasional pada umumnya. Malah dengan bersikap curang, kritik itu tidak akan pernah ada, dan yang pasti idealita yang dituntut pun hanya isapan jempol belaka. Ini karena kita terjebak pada koalisi syetan. Sama-sama munafik.

Lebih-lebih dalam politik, tentu amat berbahaya. Kebusukan pada ranah ini bagaikan pandemi flu babi yang cepat menyebar pada sistem pemerintahan secara keseluruhan. Kantong-kantong penyangga negara akan turut membusuk. Dapat dibayangkan jika tidak ada kejujuran dalam transaksi ekonomi, pengembangan pendidikan, kreasi kebudayaan, penerapan hukum, interaksi sosial kemasyarakatan, dan sebagainya. Negara ini pastinya tidak akan dibawa ke mana-mana, kecuali pada jurang kehancuran belaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.