Rabu, 20 Mei 2009

Bertuturlah dengan Lembut

Sudah masyhur dalam sejarah kalau Fir'aun, raja Mesir kuno, adalah raja tiran yang berperilaku sewenang-wenang. Dia adalah semusyrik-musyriknya manusia. Bukan hanya sebagai raja, dia pun mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Dapat dikata, Fir'aun adalah lambang kejahatan paling tinggi dalam sejarah kemanusiaan.


Adalah Musa, anak turun Israil (Nabi Ya'qub) yang ditugaskan Tuhan untuk membebaskan kaumnya (bani Israil) dari penguasa zhalim yang telah menindas dan memperbudak anak cucu Nabi Ya'qub. Mereka ditindas karena menunjukkan gelagat penentangan atas pemerintahan yang dijalankan Fir'aun.

Merasa tidak percaya diri, Musa meminta pada Tuhan agar ditemani saudaranya, Harun, yang mempunyai lidah lebih fasih daripadanya guna menyampaikan pesan kebenaran dan keadilan. Tuhan pun kemudian memerintahkan kedua kakak beradik itu agar datang kepada raja Fir'aun untuk memberi peringatan.

Perintah Tuhan kepada keduanya: "Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, sebab dia itu memerintahkan dengan sewenang-wenang. Kemudian berkatalah kamu berdua kepadanya dengan perkataan lemah lembut, semoga dia akan menjadi ingat (merenung) atau menjadi takut (kepada Tuhan)." (Thaha/20: 43-44).

Menarik untuk dijelaskan. Ketika mengutus Musa dan Harun kepada Fir'aun yang bengis dan kejam, Tuhan berpesan kepada keduanya agar menggunakan tutur kata yang lembut sebagai usaha persuasif agar dia menerima seruan. Meski nyatanya Fir'aun menolak dan teguh dengan pendiriannya, bahkan berbalik menyerang dan mengejar Musa dan Harun beserta pengikutnya, namun pada akhirnya dia dan pasukannya ditenggelamkan Tuhan di Laut Merah. Akan tetapi inti dari ajaran Ilahi itu tetap berlaku, yaitu bahwa dalam menyampaikan kebenaran kita hendaknya menggunakan cara yang persuasif.

Di ayat lain Tuhan menitahkan: "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik. Dan bantahlah mereka dengan cara yang baik pula." (al-Nahl/16:125). Inilah inti dari semangat diplomasi. Yaitu cara penuturan yang halus, lembut, sopan, namun meyakinkan. Yang menjadi ciri orang-orang terdidik dan terpelajar. Atau sesuai dengan kata diploma itu sendiri, di mana ijazah hanya layak diberikan kepada orang yang betul-betul teruji kapasitas pribadi dan intelektualnya. Dalam konteks di atas, Musa dan Harun lah yang layak untuk itu.

Al-Qur'an sebenarnya banyak mengajarkan prinsip-prinsip berkomunikasi. Kisah Musa menghadapi Fir'aun adalah contoh keras, namun meski begitu, prinsip-prinsip bertutur lembut, sopan, dan meyakinkan harus tetap dipertahankan. Kata qaul layyinan (bertutur lembut) seperti tersebut dalam surah Thaha/20:44 hanyalah sebagian dari ajaran Tuhan dalam bertutur. Di ayat lain Tuhan juga mengajarkan agar kita menggunakan qaulan sadidan (al-Nisaa/4:9), qaulan balighan (al-Nisaa/4:63), qaulan maysura (al-Israa/17:28), dan juga qaulan kariman (al-Israa/17:23).

Qaulan sadidan artinya adalah pembicaraan yang benar, jujur, atau straight to the point, lurus, tidak bohong, tidak berbelit-belit. Di sini kriteria kebenaran yang dibakukan oleh al-Qur'an, al-Hadits, dan ilmu pengetahuan lah yang harus diikuti. Namun sayang, di masyarakat sudah terjadi polusi komunikasi. Orang-orang suka menggunakan kata-kata yang kabur, abstrak, ambigu, yang menimbulkan penafsiran ganda untuk menutupi kebohongan. Ketika seorang mendapati pendapat keagamaan orang lain logis dan pendapatnya tidak logis, dia berkata, "akal harus tunduk pada agama." Maksud hatinya adalah, bahwa logika orang lain itu harus tunduk kepada pemahamannya tentang agama. Akal dan agama adalah dua kata yang abstrak. Karena itu berhati-hatilah dalam menggunakan kata-kata abstrak seperti ini.

Qaulan balighan maksudnya adalah perkataan yang fasih, jelas maknanya, terang, tepat dalam mengungkapkan apa yang dikehendaki. Nabi mengatakan, bahwa hendaknya kita berkata-kata yang baik. Dan bila tidak mampu, maka diam saja. Jika kita orang terdidik, bertuturlah pada khalayak dengan kadar akal mereka. Jangan terpancing untuk sum'ah, ingin didengar bahwa kita hebat, tetapi substansi yang ingin disampainkan tidak jelas ke mana arahnya.

Qaulan maysura artinya perkataan yang menyenangkan. Jika kita terpaksa berpaling ketika tidak mampu memberikan pertolongan kepada orang lain, padahal hati kita sangat ingin menolongnya, maka memberi pengharapan dengan kata-kata yang menyenangkan sudah merupakan kebaikan yang bernilai di mata Tuhan. Islam menjunjung tinggi cara berkomunikasi semacam ini.

Qaulan kariman artinya adalah berkata-kata yang mulia atau beradab. Ayat pada surah al-Israa/17: 23 terkait dengan bagaimana kita bertutur kata kepada orang tua. Pendeknya segala perkataan yang mengandung rasa cinta kasih. Sehingga tingkat mana saja yang dicapai oleh seorang anak dalam masyarakat, entah dia menjadi Presiden, Gubernur, Bupati, Camat, Menteri, anggota DPR, hendaknya tetap memperlihatkan pada orang tua bahwa dia adalah anaknya.

Demikian apa yang diajarkan Islam dalam berkomunikasi. Hanya saja di masyarakat sering ditemukan, terutama para muballig, acap memanipulasi emosi jamaah. Keberagamaan yang emosional memang memberikan kegairahan, tapi biasanya tidak tahan banting. Dalam kompetisi pemikiran, yang emosional mudah tersisih oleh yang rasional. Karena itu, orang yang berdiploma (dapat lisensi) sebagai da'i selaikya adalah orang yang matang secara emosional, sehingga dia mampu berkata-kata sebagaimana yang diajarkan oleh agama. wallahu a'lam

3 komentar:

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.