Senin, 27 September 2010

Jangan Khianati Kepercayaan Rakyat

Subhanallah, anggaran perjalanan ke Luar Negeri pejabat negara dan anggota DPR mencapai 19,5 triliun. Banyak sekali. Katanya, kalau kita bisa membaca dan bercermin dengan baik dari hasil kunjungan kerja, atau banding-membanding realita antara berbagai negara, kita akan mendapat jurus ampuh untuk mencerahkan kehidupan berbangsa. Kerumitan yang menghimpit kehidupan berbangsa akan terpecahkan. Makmur sejahteralah intinya.

Informasi kecanggihan dan kebobrokan dunia luar akan ada di tangan kita. Semua yang berbau luar negeri akan kita bawa ke Indonesia. Sedikit demi sedikit kita bisa melepaskan ketergantungan terhadap negara asing. Kekayaan alam, berikut seluruh potensi yang terkandung di bumi tercinta ini, dapat dikelola dengan baik oleh tenaga-tenaga pribumi. Dan kita pun jadi mandiri. Sepenuhnya merdeka.

Tetapi apa benar demikian? Jangan-jangan kegagalan kita dalam memakmurkan negeri ini karena kita tidak mengenal dengan baik bangsa kita sendiri, tanah air kita sendiri. Pengetahuan kita terhadap karakter anak bangsa tidak memadai. Sehingga solusi yang ditawarkan juga tidak mengena. Di atas kertas kita membaca, di atas kerta pula kita coba melihat efektivitas solusinya. Tapi nyatanya itu tidak mujarab. Apa yang kita sangkakan tepat guna, pada hakikatnya gagal belaka. Informasi akan realita yang kita terima hanya manipulasi saja. Rekayasa yang dibungkus apik oleh kata-kata. Kita tertipu oleh eufemisme.

Studi banding atau apalah sebutannya, tidak akan menuntaskan masalah yang ada. Bagaimana bisa, akar masalah yang menggeliat di tubuh anak bangsa saja, tidak tahu kebenarannya. Buru-buru meminjam solusi dari hasil studi banding, mengenal masalah saja tidak cukup presisi. Salah satu bukti kecil, Undang-Undang produk anggota DPR kita yang terhormat, selalu saja mendapat penolakan dari masyarakat. Kebijakan yang digulirkan pemerintah sering mendapat ucapan astagfirullah oleh rakyat. Ini bagaimana bisa?

Masih hangat diingatan kita, bagaimana proses pemilu dalam perekrutan kepala negara, kepala daerah, dan anggota DPR dengan berbagai levelnya. Jagad Indonesia diwarnai oleh ribuan, atau bahkan jutaan foto calon yang bersaing memperebutkan kuasa. Wajah mereka tampil di mana-mana. Tidak tahukah Anda, proses mengiklankan diri itu butuh banyak dana. Melihat fenomena itu, wajar kiranya kalau Budiarto Shambazy mengatakan, bahwa pemimpin kita sekarang layaknya seorang pedagang. Mereka itu bukan leaders, tapi dealers.

Jangan-jangan inilah masalahnya. Mengapa negara ini sulit bangkit dari keterpurukan, karena pemimpin-pemimpin yang ada bermental dealers. Dalam memimpin, kepentingan pribadi lebih menonjol tinimbang kepentingan bangsa. Di media-media, kita dengar dari mulut mereka, bahwa merekalah pejuang sejati kesejahteraan rakyat. Apa yang mereka lakukan murni untuk kepentingan bangsa. Sementara hakikatnya, itu hanya ekshibisi eufemisme, laku bermanis kata, praktik meningkatkan citra.

Sulit kiranya diharapkan kesejeahteraan dari pemimpin-pemimpin model begini. Ribut melulu. Saling tuding, saling mempertanyakan kredibilitas, tidak ada yang mau mengalah. Sementara permasalahan rakyat untuk mendapatkan hidup yang layak semakin menjauh, semakin tidak terjamah. Masinis bentrok, lokomotifnya kehilangan arah. Mau dibawa ke mana gerbong bangsa ini?

Diakui, perjalanan ke Luar Negeri itu penting. Berkaca atas pengalaman sejarah orang itu sangat inspiratif. Tapi ada baiknya itu melalui proses penilaian jama’ah, bukan oleh sekelompok kecil. Kalau perlu, proposalnya dipublikasikan ke segenap rakyat, biar terbaca. Dan yang lebih penting lagi, wakil-wakil rakyat, maupun pemerintah yang mendapat amanat rakyat, membuka kuping lebar-lebar atas masukan yang diberikan oleh rakyat.

Bukankah filosofis demokrasi itu adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Maka bagi pemimpin yang pada hakikatnya rakyat itu, kembalilah untuk memperbarui niat. Jadilah pemimpin yang merakyat. Berjuang untuk kepentingan rakyat. Buanglah mental-mental dealer yang hanya mencari untung pribadi. Bekerjalah sepenuh hati. Tanpa berpikir keras untuk mencari duit pun, duit itu akan datang sendiri kepada Anda. Bekerja sajalah.

Bawalah segenap nasib dan perasaan jutaan rakyat yang Anda wakili. Dan berempatilah. Ketika terbesit hasrat untuk bersenang-senang, maka pikirkanlah nasib rakyat yang Anda perjuangkan. Menjadi pemimpin atau wakil rakyat itu beban, karena itu bersungguh-sungguhlah. Jangan khianati kepercayaan yang diberikan kepada Anda, walau hanya dengan tidur di saat sidang membahas kesejahteraan rakyat. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.