Kamis, 18 November 2010

Air Mata Darah Tsalis Muttaqin

Mari saya kutipkan sebuah catatan kecil di bawah nama besar blog bapak Tsalis Muttaqin:

"Saat Anda berusaha meraih sesuatu kemudian Anda tidak bisa meraihnya adalah sebuah kegagalan. Saya tidak mengatakan keberhasilan yang tertunda. Tetapi dibalik kegagalan tersebut ada keberhasilan lain, yaitu Anda mengetahui cara meraih sesuatu yang salah, sehingga Anda tidak akan mengulang cara tersebut."

Inspiratif bukan...? Itulah wejangan saudara kita yang sudah puluhan tahun jadi dosen di STAIN Solo. Tidak ada yang lupa akan bapak dosen yang dengan semangat 45 bolak balik Solo-Yogya untuk mendapatkan gelar magister. Sebelum gelar itu didapatkannya, di kantongnya sudah terisi gela Lc dengan kepakaran ulumul hadits dari negeri latar film Ayat-ayat Cinta.

Tidak ada bagian yang terlewat darinya kala berbicara tentang hadits. Jelimet, rumit, tapi mampu diurainya dengan mudah. Inilah ciri khas seorang dosen sejati, membahasakan dengan mudah sesuatu yang asalnya sukar untuk dimengerti. Sangat beda dengan mereka yang udah menenteng label Professor, hal yang pada hakikatnya mudah, malah dibuatnya jadi sulit. Na'udzubillah dari pekerjaan yang bisa mempersulit orang (hehehe, maaf Prof. Syarif Hidayat).

Tiga tahun sudah berlalu sejak tahun 2007, kangen rasanya ngobrol dengan bapak dosen ini. Saat bareng, sambil terus mengisap rokok filternya yang mengkritis, bapak dosen ini acap menyelipkan bang Haji Rhoma Irama dalam obrolannya. Katanya, Rhoma Irama itu adalah lelaki sejati. Rayuannya telak. Siapa saja perempuan yang jadi incarannya, akan kleper-kleper hatinya ingin dimadu. Waduuh, hebat sekali.

Buktikan saja sendiri. dengarkan, dan resapi, bagaimana syair-syair lagunya. Sungguh luar biasa. Menyentuh habis. Itulah Bang haji kata bapak dosen kita. Entah, mengapa bapak dosen STAIN ini begitu kepincut hatinya dengan bang haji Rhoma Irama. pada cara eksis-nya sebagai artis dangdut kah, caranya menaklukkan hati wanita kah, atau ada keinginan punya madu lagi kah? Hanya yang punya hati mengetahuinya.

Dalam introduksi diri, Pak Dosen kita ini bilang: "Saya, seperti juga Anda, adalah manusia yang ingin baik. Saya sangat mencintai Islam dan ingin menjadi pengikut Rasulullah SAW yang baik. Doakan ya. supaya jadi orang baik. Maturnuwun."

Kecintaannya pada Islam, berikut kearifan lokal yang dimotori oleh Islam, membuatnya menjadi pejuang pemberani dalam mempertahankan jalan hidup ini. Terutama terhadap kearifan lokal, misal yasinan dan tahlilan. Jangan coba-coba berdebat dengannya. Seabrek dalil akan meluncur jelas dari mulutnya.

Mencintai Islam melalui wadah Nahdhatul Ulama adalah pilihan hidupnya. Meski berbeda dengan yang lain, seperti saudara kita Ahmad Farhan yang memilih Muhammadiyah sebagai kendaraan dinas organisasi keislamannya, Bapak dosen kita ini tetap sangat familiar, gaul, tidak menampakkan sikap ngeh akan pilihan beda teman-temannya.

Inilah Demokratisasi NU gaya Bapak Tsalis Muttaqin. Menurutnya, perbedaan pilihan adalah hal yang sungguh sangat wajar, tidak perlu dipertentangkan. Kalaupun di dalam diskusi terjadi pertentangan yang sengit, yang menyebabkan suara meninggi, muka memerah, dan jantung bergedebuk, itu bukan didasari oleh perbedaan tersebut di atas, tapi karena saking antusiasnya dalam mempertajam ilmu pengetahuan. Wuuiiih, edan.

Tapi sekarang, di mana Bapak Dosen Tsalis Muttaqin berada. di arena facebook juga jarang muncul. Jangan-jangan beliau lagi asyik nongkrong di depan rumah sambil mendengar MP3 lagu bang Haji Rhoma Irama, AIR MATA DARAH....:

Sudah sering kali, kau mengkhianati, tapi engkau aku maafkan selalu...
Tapi kali ini, kau sungguh terlalu, tak mungkin lagi kumaafkan salahmu...

Simpan saja air matamu, tak guna Engkau menangis...
Hatiku tak akan mencair dengan sedu sedanmu itu....

Walaupun tangismu darah, hatiku tak akan iba...
Aku sudah bosan melihat permainan sandiwaramu....

Goyang maaaang, jempolnya, hahahahaha...!

1 komentar:

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.