Rabu, 28 Januari 2009

Untukmu Penjual Kacang Rebus

Go wherever you please. Silahkan, lakukanlah apa yang kamu suka. Ini adalah hidupmu. Tak ada yang menahan. Manusia punya pilihan, apapun yang kamu pilih itu akan menentukan kebahagiaanmu. Setiap kita adalah pahlawan, belalah kebenaran yang dikumandangkan hati nurani. Karena hanya dengan bersuluh prinsip yang benarlah kita akan menemukan kekuatan untuk bertahan menjadi pemenang.


Seorang penjual kacang rebus yang membelah gang, menerobos kompleks, mendengungkan sinyal jualannya di malam yang semakin tinggi, di saat orang-orang terlelap di peraduan, bagi saya dia adalah pahlawan. Dia adalah pemenang dari pertarungan hidup atas tawaran untuk melalui jalan pintas mencari harta dengan cara tak pantas.

Bertahan untuk mencari halal di tengah kebejatan hidup, di pusara kejujuran yang semakin memudar, di saat kesabaran hanya menjadi hiasan bibir, dan di kala pengetahuan tak menghujam ke dalam hati, adalah perbuatan yang takaran pahalanya termaktub cepat dalam catatan Ilahi.

Bisa saja ketika tak ada seorang pun membuka pintu untuk menyambangi dagangannya, penjual kacang rebus tergoda untuk mengambil jalan pintas yang disodorkan oleh sisi syetan dirinya. Dengan bermodalkan nekat, dia satroni rumah orang yang tak menggubris dagangannya. Dikurasnya harta berharga yang ada di dalamnya. Atau agar jejaknya tidak terjangkau,dibunuhnya semua penghuninya.

Namun semua itu tidak dilakukannya. Senyum si kecil menguatkannya untuk tetap bertahan menjadi penjual kacang rebus. Kesetiaan sang isteri menabahkannya untuk tetap mendorong gerobak kacangnya melewati gang demi gang yang ada di kompleks. Butiran keringat yang terasa menusuk kala diterpa angin malam tak juga menghentikan laku naifnya. Meski menurut logika waras kemungkinan hadirnya pembeli sangat kecil, tapi baginya nalar Tuhan tak bisa ditimbang dengan ukuran itu. Pun baginya kebahagiaan tidak hanya diukur dari seberapa banyak harta yang dikumpulkan, tapi juga prosedur yang dilalui sangat menentukan kesehatan harta yang didapatkan.

Kemampuan bertahan dari godaan untuk bersikap culas, korup, atau bejat inilah yang mempredikatinya sebagai seorang pahlawan. Di zaman yang serba memungkinkan untuk berlaku nekat, kejujuran dan kesabaran adalah pintu gerbang untuk menyeberangi jembatan kepahlawanan. Di dalam diri kita ada kekuatan yang bisa menjadikan kita sebagai pemenang atau sebaliknya menjadi pecundang. Tergantung ke mana kita mengarahkannya.

Inilah kekuatan pilihan. Go wherever you please. Tak ada sesuatu kekuatan pun yang bisa memaksa atau menjegal kita untuk memilih sikap hidup. Aku yang ada di dalam diri setiap individulah pelaku sejatinya. Dan betapa hinanya orang yang melacurkan diri hanya untuk mengejar harta. Process and procedure tidak lebih rendah dari hasil. Bahkan darinyalah nilai yang sesungguhnya lahir.

Badai patologi sikap korup telah menimpa bangsa ini. Di mana-mana terasa sulit menemukan pahlawan seperti penjual kacang rebus. Di terminal, di pasar, di sekolah, di universitas-universitas, di jejaring birokrasi, di kalangan anggota DPR, di himpunan para pengusaha, di dalam keluarga, dan entah di mana lagi. Semua orang seakan sudah telanjang. Berbuat curang tak pakai kulit pelapis. Semuanya dilakukan terang-terangan.

Namun alhamdulillah, ternyata masih banyak mata bening dan indah yang menyangga arsy. Masih berbilang orang yang menahan limpahan laknat, dan masih cukup agaknya orang-orang yang membujuk Tuhan agar tetap puasa dari eksekusi marah-Nya. Tapi sampai kapan puasa Tuhan tidak pecah? Tidak cukupkah bencana-bencana yang telah menyejarah mampu mencairkan hati kita?

Dan semoga na’udzubillah. Karena sekolah-sekolah yang mencetak manusia modern sekarang tampaknya semakin berlomba meng-outstanding-kan hasil. Anak-anak dipandang sebagai ceret menganga yang harus diisi dan diisi dengan cucuran pengetahuan. Namun lupa untuk menempa Aku yang ada di dalam diri anak untuk tetap bersuluh pada prinsip. Pusat hidup yang diberikan pada mereka adalah kebendaan. Nilai yang bersumber dari sang causa prima hanya jadi lips service belaka. Maka tidak aneh kalau pewaris-pewaris bangsa ini saling menerkam satu sama lain. Homo homoni lupus.

Pertanyaanya sekarang, jenis pendidikan bagaimana yang patut untuk kita andalkan? Jawaban buram yang mampu saya ajukan adalah, pendidikan keluarga yang berbasis pada budi pekerti, pendidikan di lingkungan yang sudah direkayasa, dan pendidikan di sekolah yang takaran skill, value, dan knowledge-nya berimbang. Pendidikan di mana semua orang tua menjadi guru untuk setiap anak yang mereka jumpai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.