Senin, 17 Oktober 2011

Taman Kota Edukatif di Kalimantan Selatan


Semua orang merindukan sesuatu yang berbeda dari kotanya. Perbedaan dimaksud tentu saja sebagai nilai lebih ketika dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Kelebihan yang dimaksud tentu juga berdasarkan potensi alami yang dimiliki, bukan bersifat pinjaman. Keinginan inilah yang mendasari tulisan singkat ini.

Sebagai warga Kalimantan Selatan, saya merindukan adanya lanskap kota di setiap kabupaten dan kota. Yang ada di benak saya adalah, suatu taman atau hutan kota yang luas yang bersifat edukatif, terbuka, dapat mengakrabkan warga kota dengan alam, menjadi tempat belajar mengenai siklus alam, jenis flora, sebagai tempat riset, dan juga tempat rekreasi.

Selama ini, bagi pikir saya, yang terlihat adalah suatu taman kota yang dirancang secara ala kadar, dan pengelolaannya pun bersifat ala kadar. Tidak didasari oleh keseriusan, visi yang jelas, yang untuk ke depannya menjadi tempat kebanggaan warga.

Pengetahuan anak-anak kita sekarang mengenai jenis tanaman semakin pupus. Mereka tidak mengenal lagi tanaman-tanaman yang terdapat Kalimantan seperti, Kayu Ulin (Eusideroxylon Zwageri), Keruing (Dipterocarpus Elongatus), Meranti (Dipterocarpus fusiformis), Selagan Batu (Shorea falciferoides), atau juga buah-buahan seperti Mangga Kasturi (Mangifera Casturi), Durian (Durio Zibethinus), Cempedak (Arthocarpus Champeden), Nangka (Artocarpus Heterophyllus), dan lain-lain.

Oleh karena itu, tanaman-tanaman langka, baik yang ada di pegunungan Meratus, atau yang terdapat di berbagai tempat, hendaknya dihadirkan ke kota. Semua tanaman itu diberi nama, baik istilah latinnya, atau juga sebutan yang beredar di masyarakat. Meskipun tanaman-tanaman tersebut sudah mulai punah, setidaknya kehadirannya di kota memberikan pengalaman langsung bagi anak-anak kita, dan harapannya, anak-anak memiliki kesadaran penghijauan, kebersihan, berikut inisiatif untuk membangun benua yang lingkungannya sudah terancam parah rusaknya.

Bagaimana konsep jelasnya taman yang dimaksud, menurut saya itu tugas para ahli taman, perancang kota, dan arsitek. Tidak masalah rancang bangunnya mengikuti pola taman-taman yang ada di berbagai kota, baik di Indonesia atau luar negeri. Apakah di sana, dekat taman tersebut dibangun gedung budaya dan seni, taman pintar seperti di Yogyakarta, masjid, rumah adat banjar, atau alun-alun untuk berbagai macam kegiatan, semua menurut kebijaksanaan ahlinya.

Bagi saya, seorang bupati atau walikota, selama masa kepemimpinannya, harus memiliki cita-cita realistis yang dapat diwariskan bagi generasi selanjutnya. Mungkin tidak hanya bersifat bangunan fisik, tetapi juga gaya kepemimpinan, atau sistem pemerintahan yang baik.

Memang sulit untuk dipungkiri, karena hal ini menjadi pengetahuan umum di masyarakat, bahwa proyek-proyek besar pemerintah sering dimanipulasi dan menjadi lahan kuropsi. Tapi anggapan umum itu tidak berarti harus dihindari. Sistem lelang yang transparan, penggunaan tenaga ahli yang memiliki kecermatan menghitung, berikut cek silang harga dan kualitas antar berbagai tempat yang sudah pernah melaksanakan, tentu akan memperkecil peluang main mata. Dan bagi saya, intinya adalah pada kesungguhan, niat baik, dan kecerdasan pemerintah itu sendiri.

Taman kota nantinya tidak hanya menjadi pemandangan indah, tempat belajar, dan rekreasi sebagaimana tersebut di atas, ia juga akan menjadi paru-paru kota. Selama ini, kota sangat terkesan sumpek, polutif, menggerahkan, dan dijejali oleh bangunan-bangunan yang sporadis, tidak berpola. Setidaknya untuk melunturkan kesan tersebut, ada tempat penyeimbang, pemberi indah, yaitu taman atau hutan kota.

Sesuatu yang baik kadang dihadapkan dengan penghalang-penghalang, baik itu alasan politis, ekonomis, rasionalisasi maupun alasan realistis. Namun menurut penulis, jika ada peluang, baik lahan, dana, ataupun persetujuan politis, ada baiknya untuk dipikirkan. Karena menurut saya, imaji saya ini berbicara mengenai kenyamanan lingkungan di masa depan.

Para pemimpin yang memiliki pandangan superficial sering berespons pada masalah-masalah yang dianggapnya mendesak. Lihatlah, Kota Banjarmasin yang dulunya terdapat sungai-sungai yang bersih dan luas, kini mulai kontor dan menyempit. Rumah-rumah liar yang berdiri di atas sungai sudah sangat sulit untuk ditertibkan, adakah ini akibat dari kelatahan atau oleh superficial pandangan?

Jangan sampai seorang pemimpin memiliki pandangan seperti tersebut di atas, berpikir dan bertindak atas dasar kemendesakan, tapi hakikatnya tidak penting. Kata orang, The enemy of the best is often the good, musuh dari yang terbaik adalah hal-hal yang dianggap baik. Terakhir, mengutip lagu The Beatles, dalam Imagine, “You may say I’m a dreamer, but I’m not the only one. I hope someday you’ll join us, and the world will live as one.” Fahmi Riady

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.