Jumat, 28 Oktober 2011

Brother...,Brother...,Anta Himar...!

Cukup menggelikan untuk diulang kembali apa yang diceritakan oleh Pak Tifatul Sembiring ketika memberi petatah petitih dalam acara General Public Pascasarjana di UIN Sunan Kalijaga tanggal 26/09/2011. Kata beliau, orang Afganistan itu terkenal memiliki kepercayaan diri yang tinggi, meski kondisi dirinya susah. Mereka tidak sungkan membusung dada kepada siapapun. Hanya saja, satu kelompok mayarakat yang paling mereka hormati dan muliakan, yaitu masyarakat Arab.

Relasi memuliakan orang Arab inilah awal ceritanya. Suatu hari, pejabat penting Arab Saudi berkunjung ke Afganistan. Dia ingin melihat lokasi-lokasi persembunyian orang-orang Afgan yang terlibat peperangan. Untuk itu disiapkanlah seorang Afgan yang menjadi penunjuk jalan. Dengan kondisi yang susah dijangkau karena dikitari oleh lembah dan bebatuan, maka cara nyaman menuju ke lokasi adalah dengan mengendarai keledai (Arab: Himar). Di samping itu, perbedaan bahasa antara orang Afgan dan Arab turut menjadi kendala dalam berkomunikasi. Jadilah komunikasinya hanya dengan patahan-patahan kalimat, berikut dengan bahasa isyarat.

Apes memang, keledai yang diperlukan untuk menuju ke lokasi hanya satu. Namun dengan rasa hormat, orang Afgan mempersilakan tamunya si Arab untuk mengendarai keledai itu dan dia menuntun dengan jalan kaki. Hanya saja, ketikan ingin mengutarakan maksud baik itu, orang afgan terkendala oleh bahasa. Untungnya, kepercayaan diri yang tinggi membuat orang Afgan berani memakai bahasa Arab walau hanya sepatahh dua patah kata. Kata orang Afgan: "Brother...,Brother..., Anta Himar." Maksud orang Afgan adalah agar orang Arab itu mengendarai keledai dan dia menuntun dengan jalan kaki. Tapi karena kata-kata yang terucap hanya sepatah-sepatah, jadilah artinya," saudaraku, kamu keledai."

Dalam tradisi orang Arab, orang yang diumpamakan dengan keledai adalah sangat jelek. Itu juga ditegaskan dalam al-Qur'an. Bahwa orang bodoh itu adalah orang yang memiliki kitab pengetahuan, tapi dia tidak membukanya untuk membaca. Kata al-Qur'an, kamatsalil himar yahmilu asfaara, seperti keledai yang membawa kitab-kitab yang tebal (al-Jumu'ah/62:5). Juga disebutkan, bahwa seburuk-buruknya suara adalah suara keledai, inna ankaral ashwaati lashautuk hamiir (Luqman/31:19).

Begitulah, mendengar dirinya disebut sebagai keledai, marahlah orang Arab itu. Dengan emosi dia balik mengatakan kepada orang Afgan: "Laa...,laa,...lastu himar. Anta himar. "Tidak..., tidak, saya bukan keledai, kamu yang keledai." Namun dengan tersenyum sambil menunjuk ke arah keledai orang Afgan itu kembali bilang. "Brother...,brother..., Anta himar. Setiap kali orang Afgan mempersilakan orang Arab untuk menaiki keledai, setiap kali juga ditolak dengan nada marah oleh orang Arab. Akhirnya pikir orang Afgan, si Arab memang tidak suka naik keledai. Karena itu ditunggangnyalah keledai, dan dibiarkannya orang Arab berjalan kaki mengikuti dirinya.

Rupanya, setelah lama berjalan kaki, terasalah lelah yang sangat. Meski rasa marah masih mengendap kepada orang Afgan, jalan juga ternyata pikir orang Arab itu. Katanya dalam hati, "jangan-jangan maksud orang Afgan yang mengatakan dirinya keledai itu adalah dia menyuruhnya untuk menaiki keledai." Dengan kesadaran itu dipanggilnyalah orang Afgan yang sedang menunggang keledai, dengan mendekat si Arab berkata: "Brother..., brother...,na'am Ana himar." Maksudnya orang Arab itu ingin menaiki keledai, tapi arti kalimat yang dia ucapkan jadinya adalah, "Saudaraku,...saudaraku,...ya, saya keledai."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.