Jumat, 12 September 2008

Jadilah Proaktif agar Hidup Lebih Berarti

Betapa menyedihkan. Orang yang dalam sikap dan perilakunya selalu digerakkan oleh kondisi di luar dirinya sama dengan robot yang tidak memiliki kebebasan untuk memilih. Sama dengan hewan yang diprogram untuk melakukan tindakan eksotik sesuai keinginan tuannya. Atau sama dengan kapal tanpa nahkoda, tidak punya arah dan tujuan. Kemana angin berhembus, kemana gelombang menyeret, ke situlah dia larut dan hanyut.


Dalam dasawarsa terakhir ini tercatat rentetan laporan tentang lenyapnya sopan santun, rasa aman, moralitas, dan penghargaan atas nilai-nilai kemanusiaan. Ketidakseimbangan emosi, keputusasaan, nafsu mengalahkan dan menguasai, kekerasan, kebringasan, semuanya menyiratkan adanya serbuan dorongan sifat jahat.

Perampokan, kasus mutilasi, pemerkosaan atas anak sendiri, perkelahian antar pelajar, anarki dalam pilkada, pelecehan seksual, sodomi, pembantaian etnis, pemukulan, kekerasan dalam rumah tangga, dan sederet tindakan mengerikan lainnya membuktikan akan hilangnya kesadaran akan akibat yang akan dipanggul. Dorongan sifat jahat hanya melihat kesementaraan dan mengabaikan kesudahan.

Lenyapnya rasa empati pada pelaku kejahatan mendorongnya untuk memenuhi kesenangan diri dan menafikan penderitaan korban. Ketika seorang ayah memperkosa putri kandungnya, tak akan dirasakan olehnya jeritan hati sang anak, tak akan digubrisnya cucuran air mata, dan tak akan terbayangkan olehnya jika hal itu terjadi pada dirinya. Dinginnya hati menghilangkan rasa empati.

Ketika semuanya terjadi, nada sumbang yang sama akan terdengar dari mulut pelaku kejahatan, bahwa mereka melakukan semua itu karena digerakkan oleh kondisi di luar diri mereka. Dorongan seks, nafsu untuk menyakiti, sulitnya memenuhi kebutuhan diri, adalah jawaban klise yang sering diucapkan. Seakan-akan semuanya digerakkan oleh kekuatan jahat yang terpisah dari diri mereka.

Dalam ilmu psikologi kita mengenal teori determinisme. Teori ini mengatakan bahwa segala tindakan yang kita perbuat sudah terformat jauh-jauh hari sebelumnya. Kita hanya aktor yang melakoni naskah hidup yang diserahkan pada kita. Tidak ada pilihan, karena semuanya sudah ditentukan.

Ada tiga teori determinisme yang banyak diterima orang. Pertama, teori genetic determinism. Menurut teori ini, sifat jahat yang melekat pada diri kita karena warisan genetik dari orang tua kita. Sehingga untuk kejahatan yang kita lakukan, tidak ada satu tanggung jawab pun yang layak ditimpakan kepada kita. Kedua, teori psychic determinism. Bahwa pendidikan masa kecil yang diberikan oleh orang tua kita membentuk karakter kita. Jika orang tua kita mendidik bersikap dingin pada penderitaan orang, maka dinginnya hati saat menyiksa korban adalah faktor didikan yang diberikan oleh orang tua kita. Ketiga, teori environmental determinism. Teori ini mengatakan, bahwa apa yang kita lakukan karena didorong oleh faktor lingkungan. Keadaan ekonomi, kondisi masyarakat yang bobrok, seringnya menonton film porno, acap melihat kasus kekerasan, dan lain-lain adalah penyebab munculnya perilaku jahat.

Ketiga teori tersebut di atas menunjukkan bahwa kita berespons atas stimulus yang terbit di luar diri kita. Reaksi spontan kita pada stimulus menyebabkan kita kehilangan kesadaran untuk memikirkan akibat yang akan terjadi. Ketidakmampuan untuk mengkalkulasi akibat dari tindakan kita itulah yang menjatuhkan kita pada derajat Kehinaan. Kita tidak ada bedanya dengan hewan. Seperti eksperimen yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing, yang kesimpulannya bahwa kita dikondisikan untuk berespons dengan cara tertentu atas stimulus tertentu.

Sebagai contoh, seekor lumba-lumba yang dilatih dengan tanda atau bunyi-bunyian tertentu akan bereaksi persis seperti yang diinginkan oleh pelatihnya. Jika pelatihnya memberikan suatu isyarat, maka suatu atraksi akan dilakukan. Melompat, menyelam, memainkan bola dengan moncong, dan lain-lain adalah hasil pengkondisian. Sama sekali tidak ada pilihan.

Karena itu, orang yang menjalani hidup secara reaktif dapat dikatakan sebagai orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam bahasa Inggris tanggung jawab diartikan dengan responsibility yang berasal dari kata respons dan ability, yaitu kemampuan untuk memilih respons sendiri. Orang yang bertanggung jawab tidak pernah melemparkan kesalahan pada orang lain, lingkungan, atau kondisi yang mempengaruhinya. Karena apapun yang dia perbuat adalah berdasarkan pilihan sadarnya sendiri. Kesadaran inilah yang menuntunnya untuk bertindak berdasarkan peta nilai yang baik.

Berlawanan dengan orang yang reaktif, orang yang bertanggung jawab sadar betul akan akibat dari pilihan sikapnya. Karenanya orang yang bertanggung jawab atas hidupnya diistilahkan juga dengan orang yang proaktif. Kata-kata ini populer dalam literatur manajemen, akan tetapi sulit ditemukan dalam kamus-kamus besar. Seperti yang dikatakan Covey, bahwa seorang proaktif itu tidak sekedar mampu berinisiatif, tapi juga dia bertanggung jawab penuh atas hidupnya (Stephen R. Covey, 2004, hlm.71).

Kalau diibaratkan, seorang reaktif itu persis minuman bersoda, jika kalengnya dikocok, maka isinya akan tergoncang dan bereaksi. Jika dibuka penutupnya, maka akan memuncratkan soda yang ada di dalamnya. Berbeda dengan orang yang proaktif, persis seperti air putih dalam botol merk aqua. Sekuat apapun kita mengocoknya, maka goncangan yang terjadi di luar tidak akan mempengaruhi isinya. Ia akan kembali murni seperti sedia kala.

Belajar dari pengalaman ini, maka hendaknya kita menjadi orang yang proaktif. Seberat apapun beban hidup yang menghenyakkan punggung kita, kesadaran akan akibat dari pilihan sikap kita harus tetap diperhitungkan. Dengan begitu, kita tidak termasuk dalam kategori orang yang suka melemparkan kesalahan pada orang lain atas kondisi yang menyelimuti kita. Sebab kalau bukan kita, lantas siapa lagi yang akan kita harapkan menyelamatkan hidup kita.

3 komentar:

  1. ya..ya..ya.. selamat beridealisme bang! tapi kok pake muter-muter getu ya? kongkrit aja deh... hidup itu penuh pilihan, tapi emang harus responsibility...

    BalasHapus
  2. Q cuma mo bilang ::::
    "Setuju...!"

    BalasHapus
  3. tolong dong berikan contoh jadilah prokaktif itu gimana

    BalasHapus

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.