Sabtu, 01 November 2014

Kasihan Aa Gym

Kasihan Aa Gym; mau mengingatkan malah dibully habis-habisan. Aa belum bisa menangkap bahwa gelombang perubahan terjadi begitu cepat. Masyarakat tidak lagi serupa ketika Aa masih berjaya. Mereka sudah pandai membaca. Salah memilih kata, fatal akibatnya. Psikologi massa tidak bisa diukur secara apriori, hanya melalui pengalaman pribadi.

Maksud Aa mungkin baik. Hanya mengingatkan. Tapi masyarakat menangkapnya sebagai nasehat salah sasaran. Jokowi menurut mereka tidak berhura-hura. Masyarakat yang berpesta. Mereka swasembada. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena semua berasal dari rakyat, tidak pas kritik itu dialamatkan kepada Jokowi. Dia hanya sebagai presiden baru yang terfetakompli (fait accompli).

Apalagi masyarakat masih memiliki detail-detail ingatan. Aa Gym termasuk yang menolak Jokowi. Mengharamkan kepemimpinan Ahok. Dan (ditarik lebih jauh ke belakang) sebagai ustad yang ribut dengan istri gara-gara poligami. Akhirnya semua ingatan itu keluar. Dijadikan amunisi menyerang Aa. Seandainya Aa Gym membaca, pasti sedih hatinya. Ada apa dengan mereka?

Dulu tahun 80-an Rhoma Irama menciptakan lagu yang menarik sekali, judulnya: Lari Pagi. Kata Bang Haji: "Lari pagi memang perlu, tapi jangan lupa subuh, ah ah ah, sembahyang dulu." Seandainya Aa hanya mengatakan, okelah kalau kalian menghendaki pesta. Hura-hura (kata-kata ini mungkin tidak tepat juga). Tapi kalau sudah masuk waktu sembahyang, sembahyanglah dulu. Mungkin ungkapan begini tidak akan memicu reaksi berlebihan. Wallahu A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.