Kasihan Aa Gym; mau mengingatkan malah dibully habis-habisan. Aa
belum bisa menangkap bahwa gelombang perubahan terjadi begitu cepat.
Masyarakat tidak lagi serupa ketika Aa masih berjaya. Mereka sudah
pandai membaca. Salah memilih kata, fatal akibatnya. Psikologi massa
tidak bisa diukur secara apriori, hanya melalui pengalaman pribadi.
Maksud Aa mungkin baik. Hanya mengingatkan. Tapi masyarakat menangkapnya sebagai nasehat salah sasaran. Jokowi menurut mereka tidak
berhura-hura. Masyarakat yang berpesta. Mereka swasembada. Dari rakyat,
oleh rakyat, dan untuk rakyat. Karena semua berasal dari rakyat, tidak
pas kritik itu dialamatkan kepada Jokowi. Dia hanya sebagai presiden
baru yang terfetakompli (fait accompli).
Apalagi masyarakat masih memiliki detail-detail ingatan. Aa Gym
termasuk yang menolak Jokowi. Mengharamkan kepemimpinan Ahok. Dan
(ditarik lebih jauh ke belakang) sebagai ustad yang ribut dengan istri
gara-gara poligami. Akhirnya semua ingatan itu keluar. Dijadikan amunisi
menyerang Aa. Seandainya Aa Gym membaca, pasti sedih hatinya. Ada apa
dengan mereka?
Dulu tahun 80-an Rhoma Irama menciptakan lagu yang
menarik sekali, judulnya: Lari Pagi. Kata Bang Haji: "Lari pagi memang
perlu, tapi jangan lupa subuh, ah ah ah, sembahyang dulu." Seandainya Aa
hanya mengatakan, okelah kalau kalian menghendaki pesta. Hura-hura
(kata-kata ini mungkin tidak tepat juga). Tapi kalau sudah masuk waktu
sembahyang, sembahyanglah dulu. Mungkin ungkapan begini tidak akan
memicu reaksi berlebihan. Wallahu A'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.