Selasa, 19 Agustus 2008

Secangkir Teh dari Tuhan

Separu teh dingin masih setia menemani aku yang lagi suntuk mencari inspirasi. Malam mulai larut. Kaki pendek jam dinding telah pula menginjak angka dua belas. Sampai mata ini terbelalak oleh segarnya taste teh, baru jemari ini mulai bergerak mengikuti irama otak. Lirik lagu I’ll Cry for You dari grup band Europe telah pula memicu otot syaraf tuk kembali bekerja.


Malam memang larut, tapi apa peduliku. Jikapun kurebahkan tubuh ini, lamunan akan datang mengusik. Sudah terlalu sering aku hanyut oleh angan semu. Berharap ada sesuatu yang berbeda dari malam-malamku, tapi asa itu tak juga menyapa. Miris memang melihat diri yang selalu tertatih mengharap nyata menghampir. Malang benar memang nasib orang sepertiku. Tapi akankah aku menyerah lagi oleh hantaman nasib?

Tak kan lagi kubiarkan ceriaku terbang. Tak kan kuikhlaskan lagi kesabaranku menguap. Dan tak akan kuijinkan lagi kondisi malang mengatur hidupku. Apa yang kubuat harus berdasarkan pilihan sadarku.

Sebagai orang yang diuntungkan dengan kesempurnaan fisik, pernah juga aku tidak puas dengan nasib. Pandangan selalu kudungakkan pada orang-orang yang memiliki kenikmatan berlebih. Sehingga hari-hariku dijejali oleh angan. Lompatan hasrat selalu saja membuatku gundah. Perasaan kurang mengunciku dari menarik banding dengan mereka yang urutan nasibnya bertengger di bawah. Jiwaku pun akhirnya tak pernah tertuangi oleh air qana’ah.

Untuk bangkit dari keterpurukan orang bisa saja mengutip hikmah dari manapun ia mengemuka. Kata-kata yang disinari oleh cahaya hati kadang lebih mengena dibanding teriakan pengkhotbah yang mencari kesan di hadapan jama’ah. Kata Bon Jovi dalam Learning How to Fall, “I’m learning how to fall, learning how to take a hit.” Alanis Morissette bilang dalam lagu Hand in My Pocket, “I’m broke but I’m happy.” Atau seperti kata Hoobastank dalam The Reason, “I'm not a perfect person, there are many things I wish I didn't do, but I continue learning.”

Tak peduli seberapa berat kesedihan menghantam, keinginan untuk berdiri dan menghadapi semua cobaan harus tetap dipertahankan. Jatuh terhempas memang menyakitkan. Patah berkali-kali layaknya tusukan mematikan. Namun tidak berhenti belajar adalah jawaban.

Aku yakin, Tuhan akan selalu menyertai orang yang selalu berjalan dan menuju pada-Nya. Tak jadi soal dari mana dia mendapatkan tanda, Tuhan akan tetap menyertainya. Kalau anda berkali-kali putus cinta dan sering menerima penolakan, bisa saja Tuhan menjadikan mereka sebagai tanda yang salah agar anda menemukan orang yang tepat. Jangan berhenti berharap. Karena dengan harapanlah kita menjalani hidup. Harapan adalah misykat yang padanya laron-laron bergerak.

Sekiranya kita dalam keluarga tidak punya harapan, apa guna hidup bersama. Harapan adalah titik temu antara dua hati. Jika ia tidak terpenuhi, penolakan, pemberontakan, dan bahkan perceraian pun akan terjadi. Kalau anda seorang suami, belajarlah untuk menghormati harapan isteri, dan jika anda seorang isteri, cobalah untuk memenuhi harapan suami. Dengan penunaian harapan, ikatan cinta pun akan semakin erat dan kuat.

Tak disangkal, harapan adalah suluh di kegelapan malam. Tapi tanpa berusaha merayap, merangkak, berjalan atau berlari menuju padanya, tak akan ada cahaya yang didapat. Karenanya penuhilah harapan dengan usaha, maka aku yakin kebahagiaan akan menyapa.

Dan sekarang malam semakin larut, tehku pun sudah susut. Mataku mungkin mampu menatap, tapi otak ini seakan mogok untuk bergerak. Biarlah catatan ini sampai pada batas keterhinggaanku. Sejenak kuingin bermimpi, meminta gambaran dari Ilahi, langkah besar apa yang ingin kuperbuat esok hari. Terakhir, thanks so much atas nikmat teh-Mu oh Tuhan sang Penjaga hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.