Selasa, 26 Agustus 2008

Wariskan yang Terbaik maka Kita akan Sejahtera

Diceritakan, pada suatu ketika raja negeri Persia, Kisra Anusyirwan keluar tuk melakukan perjalanan bersama para prajuritnya. Di suatu tempat dia melihat seorang lelaki tua renta tengah menanam pohon zaitun. Sang raja berhenti sejenak sambil memperhatikan apa yang tengah diperbuat oleh lelaki tua itu. Dalam benak raja, lelaki itu telah melakukan pekerjaan sia-sia. Karena menurut pikirnya, jika pun pohon zaitun itu tumbuh besar dan berbuah, mana mungkin lelaki tua itu dapat menikmati, karena pada saat itu umurnya sudah tidak mencukupi.


Untuk memuasakan rasa ingin tahunya, raja Kisra pun menanyakan secara langsung perihal ganjil yang dikerjakan oleh lelaki tua. Katanya, “wahai pak tua, saat ini bukan waktunya untuk kamu menanam pohon zaitun, karena setahuku pohon itu lamban tumbuh dan berbuah, sedang usiamu sekarang sudah tua.” Lelaki tua itu kemudian menjawab, “wahai raja yang terhormat, bukankah orang tua kita dahulu juga telah menanam pohon yang lamban tumbuh, dan kitalah yang menikmatinya. Nah, sekaranglah saatnya kita menanam agar orang-orang sesudah kita menikmati hasilnya.”

Mendengar jawaban yang sangat mengesankan itu, raja lantas mengatakan, “zih.” Menurut tradisi yang ma’ruf di Persia, jika seorang raja mengucapkan kata zih kepada seseorang, maka dia semestinya memberi hadiah berupa uang kepada orang yang mendapat ucapan itu. Untuk itu raja kemudian memberikan sejumlah uang pada pak tua atas jawaban yang mengesankan itu.

Kita semestinya bisa memetik pelajaran dari cerita tersebut. Mewariskan yang terbaik bagi generasi yang akan datang adalah tugas kita yang hidup saat ini. Jika itu tidak dilakukan, maka besar kemungkinan generasi berikutnya akan kehilangan arah atau mendapatkan warisan yang berpenyakitan. Bukannya diuntungkan, mereka malah dapat getah dari manis buah nangka yang kita nikmati.

Ada sebuah ilustrasi yang cukup menarik. Di sebuah tempat yang jarang ditemukan air terdapat sebuah pompa air yang tidak begitu baik. Pompa itu berfungsi kala ia dipancing dengan memasukkan air ke lobang pemompanya. Karena itu, sebagai langkah antisipasi, pada sisi pompa diletakkan sebuah ember yang senantiasa berisi air. Itu pun telah pula ditekankan dengan adanya peringatan yang tertulis di sebuah papan, bahwa jika seseorang telah menggunakan pompa air tersebut, embernya jangan dibiarkan kosong.

Pompa tersebut akan terus berfungsi selama ada kesadaran masing-masing pihak untuk mewariskan seember air bagi musafir berikutnya. Jika ada salah seorang saja yang lalai untuk mengisi ember, maka orang yang datang belakangan tentu tidak akan bisa mendapatkan air dari pompa tersebut.

Mewariskan sesuatu yang baik bagi generasi sesudahnya adalah bukan pekerjaan mudah. Ia harus disengaja. Tidak bisa dibiarkan larut mengikuti proses alami. Bangsa ini jika tidak ada rekayasa sosial, ekonomi, politik, pendidikan, dan juga budaya, maka akan mengalami keruntuhan. Bahkan dengan rekayasa yang terencana saja masih berantakan, apatah lagi tanpa perekayasaan.

Di dalam dunia pendidikan, menanamkan pengetahuan, skill, dan nilai adalah upaya yang disengaja untuk mewariskan yang terbaik bagi murid didik. Dengan harapan, jika semua transfer keilmuan itu berjalan dengan lancar, maka murid didik menjadi pribadi yang cerdas, terampil dan berbudi tinggi di masa mendatang.

Dalam dunia ekonomi. Secara nasional, pemerintah juga mesti melakukan rekayasa ekonomi yang mantap. Pembukaan lapangan kerja, pemeliharaan aset-aset negara, terobosan pasar bagi karya anak bangsa, penyeimbangan pemberian modal, dan lain-lain, semuanya harus terencana.

Di negara-negara maju, pemerintah yang mampu membuka lapangan kerja seluas-luasnya bagi rakyat akan dianggap sebagai pemerintah yang berhasil. Logikanya, dengan ada lapangan kerja, masyarakat akan bisa memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya. Tentunya ini berdampak pada tingginya daya beli masyarakat. Jika daya beli meningkat, produksi pun pasti meningkat. Pada gilirannya pajak untuk pundi-pundi pemerintah pun juga akan meningkat.

Jika rekayasa ini dirusak dengan kebijakan pemerintah yang salah, maka generasi berikutnya akan mendapatkan warisan yang sakit. Sekiranya aset-aset negara dijual kepada pihak asing, hak-hak pengelolaan hutan tidak diberikan pengawasan dan dibuka selebar-lebarnya, pertambangan tidak terkontrol sama sekali, masyarakat tercekik oleh sempitnya lapangan kerja, usaha-usaha kecil menengah tidak menemukan pasarnya, modal hanya diberikan pada kelas-kelas pengusaha kaya, dan lain-lain yang serupa dengan itu, maka kebangkrutan ekonomi tinggal menunggu waktunya.

Jadi wariskanlah yang terbaik maka kita akan sejahtera. Mulailah dari keluarga. Sejak dini orang tua sebaiknya sudah mencanangkan pendidikan yang terbaik bagi anak. Masyarakat berpadu untuk menciptakan lingkungan yang sehat dari penyakit-penyakit sosial. Dalam skala nasional, baik dalam bidang politik, ekonomi, pendidikan, budaya, sosial dan lain-lain, pemerintah harus berpikir ke depan. Tidak boleh menuntut untung sesaat tapi rugi seabad.

Bersikaplah seperti pak tua yang menanam pohon zaitun. Puasalah atas kepentingan diri. Hijrahlah dari perilaku merusak seperti kolusi, korupsi, dan nepotisme. Dengan begitu pintu keinginan untuk mensejahterakan orang banyak akan terbuka. Tidak akan ada negara yang besar tanpa adanya kesediaan dari setiap bangsanya untuk mewariskan yang terbaik bagi generasi berikutnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.