Minggu, 10 Agustus 2008

Selera, Cinta, Iman dan Kebiasaan

Jika anda suka mendengarkan lagu, setidaknya barang setitik, sentuhan lirik dan musik yang mengumandang di genderang telinga anda itu menggugah bandul ayunan jiwa anda. Tak jauh berbeda dengan anda, kala mendengarkan musik, saya pun pada saat-saat tertentu kadang terhenyak sambil melepas pikir menarik kembali romansa yang telah berlalu.


Mengenai jenis musik apa yang kita suka, tentu tak jadi soal. Kesukaan akan jenis musik itu adalah masalah selera. Mempermasalahkan selera sama dengan mempermasalahkan keimanan. Dan pemaksaan atasnya adalah suatu kezholiman.

Mengenai saya yang suka mendengarkan lagu-lagu romantik yang dibalut dengan jenis hard rock music, tentu tidak akan mempengaruhi selera anda. Karena bagi saya selera memiliki sifatnya sendiri, sehingga ia hanya akan cocok dipasangkan dengan orang-orang tertentu. Begitu juga dalam hal dorongan untuk mencinta, tentunya ungkapan cinta hanya akan tersemat bagi dia yang cocok dengan irama hati kita.

Jika anda pernah mendengarkan lagu Thank You for Loving Me Bon Jovi, tentu anda akan memahami mengapa rasa cinta begitu sulit untuk diungkapkan:

It's hard for me to say the things I want to say sometimes
There's no one here but you and me and that broken old street light

Rasa cinta yang digambarkan oleh Bon Jovi dipicu oleh sikap gadis yang begitu luar biasa. Seperti tergambar pada lirik berikutnya:

I never knew I had a dream until that dream was you
When I look into your eyes the sky's a different blue
Cross my heart I wear no disguise
If I tried, you'd make believe that you believed my lies

You pick me up when I fall down
You ring the bell before they count me out
If I was drowning you would part the sea
And risk your own life to rescue me

Sehingga dengan sikapnya itu muncullah rasa cinta yang tulus dengan ucapan terima kasih yang teramat sangat, katanya:

Lock the doors We'll leave the world outside
All I've got to give to you, are these five words when I

Thank you for loving me

For being my eyes, when I couldn't see
For parting my lips, when I couldn't breathe
When I couldn't fly, you gave me wings

Thank you for loving me
Thank you for loving me

Bagaimana cinta bisa berakar dan tumbuh, tentu sangat sulit untuk melacaknya. Karena disamping mencinta adalah masalah selera, iapun tampaknya memiliki daya magnetik yang sudah tertanam baku di dalam diri masing-masing individu. Sehingga tidak jarang, dalam sekilas pandang saja seseorang bisa jatuh cinta.

Tapi saya juga percaya, bahwa sebagaimana selera, cinta juga bisa hadir dalam suatu proses pembiasaan. Misal, jika anda dulunya belum pernah sama sekali menggembala kambing, dan amat anti mencium baunya, maka ketika anda pada suatu waktu dihadapkan agar menggembalakannya, meski nanti awalnya anda amat tersiksa karena pengaruh selera yang berbeda, maka lambat laun anda akan terbiasa juga menghadapinya. Pada kadar tertentu, di saat anda sudah terbiasa, anda akan sangat berselera mencium bau khasnya. Bahkan, sekiranya dalam sehari saja aroma itu tidak hadir, rasa kangen untuk menciumnya akan terus menusuk-nusuk hasrat anda.

Karenaya tidak salah kata Dewa:

Aku bisa membuatmu jatuh cinta padaku meski kau tak cinta kepadaku
Beri sedikit waktu biar cinta datang karena telah terbiasa

Nah, seperti yang saya sebutkan, selera itu persis dengan keimanan. Dengan analogi seperti ini akan mudah kita pahami mengapa seseorang bisa memeluk agama tertentu. Sekiranya anda tidak terbiasa hidup dalam buaian orang tua, dan merangkak di atas didikan yang berbau Islami, akan sulit bagi anda untuk tiba-tiba merubah keyakinan anda pada agama yang tidak pernah anda sentuh.

Saya rasa begitu juga dengan cinta. Cobalah untuk membiasakan diri mencintai sesuatu yang baik, maka anda nantinya akan terbiasa. Tidak sukakah anda terbiasa hidup dengan prinsip-prinsip yang benar seperti kejujuran, keadilan, keberanian, keindahan, kesungguhan, ketulusan, dan seterusnya. Saya dapat memastikan, jika anda membiasakan diri bercinta dengan kebalikan dari semua prinsip itu, maka anda akan mengalami kekalahan dan kehancuran. Tentunya anda akan sepakat, bahwa tidak akan pernah sukses orang yang bercinta dengan ketidakjujuran.

Namun jika anda tanyakan pada saya, bagaimana caranya mendapatkan orang yang anda cintai? Saya tidak akan bersedia untuk menjawab pertanyaan anda itu. Karena disamping hal ini juga merupakan masalah yang saya hadapi, saya takut jika nantinya anda gagal meraih asa anda. Saya lebih tega menderita sendiri tinimbang menyaksikan anda berlinang air mata ditolak oleh orang yang anda cintai.

Jadi, jikapun anda ingin juga, tak perlulah hal itu anda tanyakan pada saya, cukup lakukan saja apa yang baik menurut anda. Yang jelas saya sudah mengatakan, meski rasa cinta itu memiliki akar magnetiknya sendiri, ia juga bisa tumbuh akibat pembiasaan. Karena itu, jika anda berselera terhadap seseorang, maka ciptakanlah suatu kondisi di mana dia merasa tenang, senang dan nyaman bersama anda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.