Saya
teringat teori Lacan tentang AYAH SIMBOLIS. Bahwa siapa saja atau apa
pun yg memisahkan anak dari ibunya adalah ayah simbolis (baca cerita
ttng Oedipus Complex). Inilah yg mendorong Lacan untuk membedakan
istilah kebutuhan, permintaan, dan keinginan. Untuk mendapatkan
perhatian dan menguji kecintaan ibu padanya, si anak kadang menuntut
kebutuhan, permintaan, dan keinginan.
"Kebutuhan"
itu bersifat fisiologis, sama seperti halnya binatang membutuhkan
makanan untuk hidup. Sementara "permintaan" bersifat afektif. Melalui
kebutuhan fisiologis, anak menuntut macam-macam hal yang kadang membuat
si ibu pusing memastikan apa sebenarnya yg diinginkannya. Adapun
"keinginan" lebih pada hasrat untuk mendapatkan pengakuan dari si ibu.
Nah, berkenaan dengan penembakan preman oleh 11 anggota Kopassus, saya
melihat pembelaan MASYARAKAT pada tindakan Kopassus itu lebih pada
keinginan untuk mengenyahkan MUSUH SIMBOLIS. Masyarakat butuh perhatian
yang serius akan kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan kebahagiaan
hidup mereka. Mereka tidak tuli, bisu, atau buta akan supremasi hukum.
Sangat tahu, bahkan saya kira MELEBIHI pengetahuan orang-orang yg ada di
Komnas HAM.
Ya, intinya adalah PERHATIAN. Saya lihat, di Ibu
Kota Jakarta, Jokowi cukup berhasil "mencuri" perhatian masyarakat
dengan memenuhi "kebutuhan," "permintaan," dan "keinginan" mereka,
walaupun itu hanya bersifat simbolis, tidak menyeluruh. Maka, jika
pemerintah ingin berhasil mendapatkan KEPERCAYAAN rakyat, basmilah
musuh-musuh simbolis itu. Korupsi, premanisme, partisan buta baik
terhadap agama, keluarga, kelompok, partai, atau apa pun yang dapat
menjauhkan PERHATIAN pemerintah dari memikirkan KEBAHAGIAAN rakyatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.