Jumat, 23 Mei 2014

Ayah Simbolis

Saya teringat teori Lacan tentang AYAH SIMBOLIS. Bahwa siapa saja atau apa pun yg memisahkan anak dari ibunya adalah ayah simbolis (baca cerita ttng Oedipus Complex). Inilah yg mendorong Lacan untuk membedakan istilah kebutuhan, permintaan, dan keinginan. Untuk mendapatkan perhatian dan menguji kecintaan ibu padanya, si anak kadang menuntut kebutuhan, permintaan, dan keinginan.

"Kebutuhan" itu bersifat fisiologis, sama seperti halnya binatang membutuhkan makanan untuk hidup. Sementara "permintaan" bersifat afektif. Melalui kebutuhan fisiologis, anak menuntut macam-macam hal yang kadang membuat si ibu pusing memastikan apa sebenarnya yg diinginkannya. Adapun "keinginan" lebih pada hasrat untuk mendapatkan pengakuan dari si ibu.

Nah, berkenaan dengan penembakan preman oleh 11 anggota Kopassus, saya melihat pembelaan MASYARAKAT pada tindakan Kopassus itu lebih pada keinginan untuk mengenyahkan MUSUH SIMBOLIS. Masyarakat butuh perhatian yang serius akan kenyamanan, ketentraman, keamanan, dan kebahagiaan hidup mereka. Mereka tidak tuli, bisu, atau buta akan supremasi hukum. Sangat tahu, bahkan saya kira MELEBIHI pengetahuan orang-orang yg ada di Komnas HAM.

Ya, intinya adalah PERHATIAN. Saya lihat, di Ibu Kota Jakarta, Jokowi cukup berhasil "mencuri" perhatian masyarakat dengan memenuhi "kebutuhan," "permintaan," dan "keinginan" mereka, walaupun itu hanya bersifat simbolis, tidak menyeluruh. Maka, jika pemerintah ingin berhasil mendapatkan KEPERCAYAAN rakyat, basmilah musuh-musuh simbolis itu. Korupsi, premanisme, partisan buta baik terhadap agama, keluarga, kelompok, partai, atau apa pun yang dapat menjauhkan PERHATIAN pemerintah dari memikirkan KEBAHAGIAAN rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.