Jumat, 23 Mei 2014

Hukum-Oriented

Ada yang bilang kalau cara beragama orang Islam sekarang mirip Yahudi. Hukum-Oriented. Kamu tidak boleh, kamu tidak boleh. Persis seperti Sepuluh Perintah Tuhan (The Ten Commandment) kepada Nabi Musa. Agama tereduksi menjadi semata-mata Hukum.

Gejala ini sudah lama terjadi. Syari'ah yang bermakna 'seluruh ajaran agama,' berubah menjadi hukum. Fiqih yang artinya pemahaman seluruh ajaran agama, menyempit menjadi sebatas pemahaman atas hukum. Maka tidak aneh kalau Fakultas Syari'ah itu sama dengan Fakultas Hukum. Anjuran kembali ke Qur'an-Hadis itu maksudnya adalah kembali kepada Hukum.

Hukum-Oriented ini hanya cocok bagi umat yang bermental BUDAK. Yaitu umat yang tidak punya kesadaran disiplin diri (self discipline). Hukum menjadi alat 'pemukul' agar orang2 bermental budak itu mau bergerak. Maka sabda Nabi, al-'abdu yudrabu bi al-'ashaa wa al-hurru yakfiihi bi al-isyaarah, budak itu dipukul dengan tongkat, sementara orang merdeka cukup dengan isyarat (komunikasi).

Hukum-oriented ini jika terus-terusan digalakkan (diwacanakan) bisa berbahaya. Seperti kasus Hitler di Jerman. Sebelum muncul Hitler, sudah ada ratusan atau bahkan ribuan filosof-filosof terkenal. Bangsa itu sudah sangat beradab. Tapi, ketika Hitler datang dengan popaganda bahwa manusia selain orang Arya adalah setengah manusia (subhuman), manusia-manusia Jerman yang beradab itu berubah menjadi BIADAB. Kepalsuan menjadi kebenaran. Akibatnya ribuan nyawa melayang.

Dalam surah al-Fatihan, para mufassir biasa memaknai orang yang dibenci Tuhan (al-magdhuub 'alaihim) dengan orang-orang Yahudi, dan yang sesat itu (al-Dhdhaaliin) adalah orang-orang Nasrani. Jika timbangan keseimbangan Islam itu terlalu condong ke kiri, kita menjadi mirip Yahudi. Menjadi orang-orang yang dibenci. Naudzubillah min dzaalik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.