Ada
yang bilang kalau cara beragama orang Islam sekarang mirip Yahudi.
Hukum-Oriented. Kamu tidak boleh, kamu tidak boleh. Persis seperti
Sepuluh Perintah Tuhan (The Ten Commandment) kepada Nabi Musa. Agama
tereduksi menjadi semata-mata Hukum.
Gejala ini sudah lama
terjadi. Syari'ah yang bermakna 'seluruh ajaran agama,' berubah menjadi
hukum. Fiqih yang artinya pemahaman seluruh ajaran
agama, menyempit menjadi sebatas pemahaman atas hukum. Maka tidak aneh
kalau Fakultas Syari'ah itu sama dengan Fakultas Hukum. Anjuran kembali
ke Qur'an-Hadis itu maksudnya adalah kembali kepada Hukum.
Hukum-Oriented ini hanya cocok bagi umat yang bermental BUDAK. Yaitu
umat yang tidak punya kesadaran disiplin diri (self discipline). Hukum
menjadi alat 'pemukul' agar orang2 bermental budak itu mau bergerak.
Maka sabda Nabi, al-'abdu yudrabu bi al-'ashaa wa al-hurru yakfiihi bi
al-isyaarah, budak itu dipukul dengan tongkat, sementara orang merdeka
cukup dengan isyarat (komunikasi).
Hukum-oriented ini jika
terus-terusan digalakkan (diwacanakan) bisa berbahaya. Seperti kasus
Hitler di Jerman. Sebelum muncul Hitler, sudah ada ratusan atau bahkan
ribuan filosof-filosof terkenal. Bangsa itu sudah sangat beradab. Tapi,
ketika Hitler datang dengan popaganda bahwa manusia selain orang Arya
adalah setengah manusia (subhuman), manusia-manusia Jerman yang beradab
itu berubah menjadi BIADAB. Kepalsuan menjadi kebenaran. Akibatnya
ribuan nyawa melayang.
Dalam surah al-Fatihan, para mufassir
biasa memaknai orang yang dibenci Tuhan (al-magdhuub 'alaihim) dengan
orang-orang Yahudi, dan yang sesat itu (al-Dhdhaaliin) adalah
orang-orang Nasrani. Jika timbangan keseimbangan Islam itu terlalu
condong ke kiri, kita menjadi mirip Yahudi. Menjadi orang-orang yang
dibenci. Naudzubillah min dzaalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.