Jumat, 23 Mei 2014

Evans Pritchard: Rasionalitas Asmirandah

Banyak orang menyayangkan mengapa Asmirandah pindah agama. Tidak sedikit yang mengatakan dia bodoh. Buta karena dimabuk cinta. Menukar akidah dengan harga kegantengan pria (Jonas Rivanno). Seperti cerita 'Layla dan Majnun,' Asmirandah sudah kehilangan dirinya. Hatinya dipenuhi oleh Jonas Rivanno, tidak ada lagi ruang untuk lainnya. 'Rivanno dan Majnunah.' Kisah cinta yang selalu dimainkan oleh anak manusia dari masa ke masa.

Berbagai sudah komentar tentang kasus Asmirandah. Rata-rata mengusung autobiografi penuturnya. Bagaimana kiranya kalau yang menyoroti adalah seorang Antropolog seperti Edward Evans Pritchard, mungkin akan beda hasilnya. Sebagaimana yang telah mafhum dalam antropologi, Seorang Pritchard tidak akan sembarang berkomentar kalau berita tidak datang dari 'mulut' pelaku. Omongan yang cenderung menghakimi akan dipandangnya sebagai sampah.

Seperti dalam kasus tenung (witchraft) masyarakat Azande (Afrika Timur) yang cenderung dipandang teoritikus reduksionis sebagai ketololan, Pritchard mengomentari sebaliknya. Menurutnya di situlah letak kecerdasan suku Azande. Mereka memiliki rasionalitas sendiri atas apa yang mereka lakukan. Adalah mereka yang berkomentar miring yang buta, tidak bisa menangkap sesuatu dengan EMPATI. Hanya mengandalkan komparasi keberadaban dengan keterbelakangan. Melihat agama secara evolutif. Mengandalkan refleksi subjektif diri yang sangat spekulatif. Suatu teori yang basi.

Meminjam analisis Pritchard, kita bisa mengatakan kalau Asmirandah memiliki rasionalitas sendiri atas keimanannya. Dia yang tahu. Kalau dia utarakan, mungkin kita akan mengangguki suara batinnya. Tuh dalam sudut pandang yang lebih luas, dia masih memiliki rasa agama. Rasa berketuhanan. Walaupun dia mengambil jalan kekristenan (kalau memang benar pindah agama). Bandingkan dengan mereka yang beragama, tapi perilakunya sama sekali tidak memantulkan aura keberagamaan.

Mungkin begitu yang akan dikatakan Pritchard kepada kita. Tapi walaupun kita mampu menangkap pesan Pritchard, rasanya tetap tidak mengenakkan. Di negara ini, orang yang pindah agama, dari Islam ke Kristen, hampir dapat dipastikan bukan karena SUBSTANSI AJARAN, lebih karena permasalahan keduniawian. Sebaliknya, orang pindah ke Islam, dari agama apapun dia berasal, cenderung karena ajaran. Wallahu A'lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.