Seorang anak laki-laki yatim menulis surat
kepada Tuhan. Dia mengeluhkan nasib keluarganya yang susah. Surat yang
ditulisnya itu dimasukkan ke dalam botol dan dilarutkan ke laut.
Berminggu-minggu risalah dalam botol
itu terombang-ambing di laut hingga akhirnya terdampar di pantai.
Mujur, botol yang berisi surat itu ditemukan oleh pegawai Kemenag
(Kementerian Agama) yang kebetulan berlibur bersama keluarga di pantai.
Setelah membaca isi surat yang lengkap dengan alamat, pegawai Kemenag
membawa surat itu ke rumah. Pada hari kerja, surat itu dibawanya ke
kantor, dan disampaikannya kepada atasan. Atasan terlihat sedih membaca
baris demi baris rintihan nasib si anak yatim.
Pada bagian isi
surat, anak malang itu sangat berharap mendapatkan uang satu juta dari
Tuhan untuk mengatasi keuangan keluarganya. Sang atasan pun bereaksi.
Dalam kesempatan rapat, dia utarakan isi surat anak yatim, dan mengajak
bawahannya untuk menyumbang semampunya.
Dari hasil tarikan,
terkumpulah uang sebanyak 700 ribu rupiah. Uang yang terkumpul kemudian
dikirimkan ke alamat anak yatim dengan status pengirim Kemenag. Setelah
berselang sehari, uang kiriman Kemenag sampai. Anak yatim malang
terlihat sangat bahagia. Tuhan telah menjawab suratnya.
Namun
ketika mengetahui jumlah uang yang diterima, anak malang itu berubah
sedih. Bukankah dia dalam surat meminta kepada Tuhan satu juta, tapi
mengapa yang diterima cuma 700 ribu? Malam, sehabis shalat isya, anak
yatim itu berbicara kepada Tuhan. Katanya: "Tuhan, hamba sangat
berterima kasih atas kiriman uangnya. Tapi hamba mohon, kalau besok
hamba meminta lagi, tolong jangan kirimkan lewat Kemenag, nanti mereka
potong lagi uangnya."
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.