Jumat, 23 Mei 2014

K.H. Muhammad Maimun

Dalam suatu diskusi terbatas, K.H. Muhammad Maimun mengatakan, bahwa umat Islam sekarang ini telah mengalami dislokasi, disorientasi, dan disintegrasi. Membawa ajaran Islam tapi lupa perihal kekinian dan kedisinian. Islamnya mengambang. Kehilangan pijakan (dislokasi) sehingga tidak tau arah tujuan (disorientasi). Saling klaim kebenaran, akhirnya sesama Islam jatuh menjatuhkan (disintegrasi).

Umat Islam itu semestinya mengair dan mengudara. Dapat merembes dan memenuhi tempat di mana-mana. Eklektik, merasuki dan mensucikan. Proaktif, penuh tanggung jawab. Seperti konsep masjid, mushalla, surau, atau langgar, di mana pun ia didirikan, bahkan di tempat pelacuran sekalipun; ia akan mensucikan. Tinggal bagaimana mengerahkan pikiran, menyingsingkan lengan, menghikmahi, agar wilayah 'suci' bertambah luas.

Sekarang tidak. Walaupun mengatakan ini akan dituduh dramatic instance (overgeneralisasi), tapi begitulah kenyataan. Indonesia adalah ladang Islam mengambang. Banyak, tapi tidak memahami betul apa yang dipegang. Betul di sana ada al-Quran, hadis, dan tauhid, tapi hanya sebutan. Tuhan, prinsip, ditafsirkan macam-macam. Sesuai keperluan, dan tidak jarang sesuai pesanan. Akhirnya sama-sama berpegang pada Tuhan dan prinsip, tapi tidak pernah harmoni. Pukul-pukulan. Ruang gerak umat makin sempit. Sesama Muslim saling mengkapling.

K.H. Muhammad Maimun meneteskan air mata. Merasa sangat berdosa. Tidak memiliki kekuatan memberi pemahaman. Orang-orang Islam sudah semakin pintar. Dia hanya seorang kiai kampung di pojok Indramayu. Mengajar santri, berdiskusi, membimbing masyarakat, dan sesekali hadir di ruang kelas mahasiswa. Sekarang ketenaran menjadi kebenaran. Sambil mengisap rokok klobotnya dalam-dalam, mengeluarkan pelan-pelan, Kiai haji terdiam merem.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih, Anda telah meluangkan waktu mengomentari tulisan saya.